Jakarta Raya

Korupsi Rusak Tatanan Sosial dan Keuangan Negara, PWNU Jakarta: Perlu Ditangani Secara Serius

Selasa, 7 Januari 2025 | 10:00 WIB

Korupsi Rusak Tatanan Sosial dan Keuangan Negara, PWNU Jakarta: Perlu Ditangani Secara Serius

Ilustrasi stop korupsi. (Foto: dok. NU Online)

Jakarta Raya, NU Online Jakarta

Polemik mengenai pengampunan bagi pelaku korupsi terus menjadi perhatian publik usai Presiden Prabowo Subianto menyatakan memberikan maaf kepada para koruptor yang bertaubat. Pernyataan tersebut memicu diskusi di berbagai kalangan termasuk ulama.

 

Wakil Katib PWNU Jakarta KH Jamaluddin F Hasyim menegaskan bahwa korupsi bukan hanya pelanggaran hukum negara, tetapi juga pelanggaran serius dalam hukum Islam. Korupsi merusak tatanan sosial dan keuangan negara sehingga memerlukan penyelesaian baik secara hukum positif maupun syariah Islam.

 

“Pelaku korupsi wajib menjalani vonis hukum termasuk hukuman penjara, penyitaan aset, pengembalian kerugian negara serta pembayaran denda. Proses ini merupakan kewajiban sebagai warga negara,” ujar Kiai Jamaluddin, Selasa (7/1/2025).

 

Kiai Jamaluddin menjelaskan dalam Islam, korupsi termasuk pencurian kekayaan negara yang konsekuensinya bisa sangat berat seperti potong tangan tergantung pada beratnya kerugian yang ditimbulkan.

 

Selain itu, pelaku diwajibkan mengembalikan seluruh hasil korupsi tanpa meminta kehalalan dari masyarakat,” imbuhnya.

 

Menurut Kiai Jamaluddin, Islam menganjurkan pertobatan bagi setiap pelaku dosa termasuk korupsi namun hal itu tidak serta-merta menghapus kewajiban menjalani hukuman duniawi sesuai hukum yang berlaku.

 

“Sekadar menjalani hukuman negara belum cukup. Koruptor harus mengembalikan hak masyarakat, meminta maaf, dan bertaubat kepada Allah dengan sungguh-sungguh,” tekannya.

 

Ia mengingatkan para hakim bahwa setiap keputusan yang mereka buat tidak hanya berdampak di dunia, tetapi juga memiliki konsekuensi di hadapan Allah swt. 

 

Hukuman yang Anda putuskan bukan hanya dipertanggungjawabkan di dunia, tetapi juga di pengadilan Allah SWT. Jika Anda memutuskan vonis ringan untuk kasus berat, Anda dianggap meridhoi kejahatan tersebut,” pesannya.

 

Ia menekankan pentingnya menjatuhkan vonis yang adil sebagai penegak hukum sebab keputusan yang adil bukan hanya menjaga kepercayaan masyarakat tetapi juga menjadi bukti ketakwaan hakim kepada Allah.

Putuskan seadil-adilnya, dan Anda akan merasakan kebebasan sejati. Allahul Musta’an wa ilaihil mashir. Kita berdoa agar para hakim dan masyarakat mampu menegakkan keadilan. Agar pelaku korupsi benar-benar bertaubat dan meninggalkan perbuatannya,” tandas Kiai Jamaluddin.

 

Sebelumnya, Presiden Prabowo mempertimbangkan untuk memaafkan para koruptor yang mengembalikan duit hasil korupsi ke negara. Ia memberi kesempatan bagi para koruptor untuk taubat. Dia berkata pemerintah akan memaafkan bila semua uang curian dikembalikan ke negara.



Isu ini semakin panas setelah vonis ringan yang dijatuhkan kepada Harvey Moeis, pelaku korupsi dengan kerugian negara mencapai ratusan triliun rupiah yang hanya dihukum 6,5 tahun penjara. Belakangan Presiden Prabowo meluruskan pernyataannya bahwa pelaku korupsi dapat bertobat dan memperbaiki diri, baik secara hukum negara maupun agama.