
Ilustrasi antusiasme masyarakat dalam mengikuti acara lari bersama di area perkotaan. (Foto: freepik)
Suci Amaliyah
Penulis
Jakarta Pusat, NU Online Jakarta
Lari sebelum berangkat kantor, setelah pulang kerja, atau saat akhir pekan semakin populer di Jakarta dan berbagai kota. Olahraga ini dapat membuat tubuh lebih rileks dan tidur nyenyak sehingga berpengaruh terhadap kesehatan mental seseorang menjadi lebih baik.
Lari menjadi olahraga yang sedang diminati anak muda hingga dewasa. Tidak jarang kita temui animo masyarakat yang sangat tinggi sehingga menjadi ladang bisnis dan membuat hampir setiap acara lari tidak pernah sepi. Orang-orang rela mengeluarkan ratusan ribu rupiah untuk mengikuti acara tersebut.
Meski begitu, ketika popularitasnya semakin naik, semakin banyak pula bermunculan pelari yang benar-benar serius layaknya atlet dengan mengikuti long run hingga race.
Hal ini menjadi ceruk bisnis bagi fotografer karena para pelari rekreasional ingin mengabadikan kegiatan sehat mereka di media sosial. Sejak kapan tren perkotaan ini hadir?
Sejak pandemi Covid-19 melanda, banyak masyarakat perkotaan melirik hobi lari hingga bersepeda. Para fotografer olahraga tidak mau kehilangan kesempatan dan mulai bermunculan.
Tidak sedikit pihak yang melabeli semangat ini sebagai bentuk FOMO (Fear of Missing Out). Namun, survei Populix pada November 2024 menjawab bahwa 94 persen responden dari generasi milenial dan Gen Z rutin berolahraga setidaknya sekali seminggu dengan aktivitas populer seperti lari dan bulu tangkis.
"Ini bukan hanya tren, tetapi sinyal perubahan gaya hidup yang mulai disadari oleh generasi muda," demikian laporan Populix.
Data dari Strava menunjukkan bahwa partisipasi dalam klub lari di Indonesia meningkat 83 persen pada tahun 2024. Bahkan, 1 dari 5 Gen Z mengaku pernah bertemu dengan seseorang yang mereka temui saat berolahraga, dan 58 persen menjalin persahabatan baru melalui komunitas ini.
"Jadi olahraga bukan hanya soal tubuh, tetapi juga koneksi sosial," ungkap hasil penelitian tersebut.
Lebih dari itu, penyakit tidak menular (PTM) seperti jantung, diabetes, dan hipertensi kini menjadi penyebab kematian terbesar di Indonesia. WHO mencatat bahwa 73 persen kematian di Indonesia berasal dari PTM. Salah satu cara paling efektif untuk mencegahnya adalah melalui gaya hidup aktif dan rutin berolahraga.
Para partai politik juga tidak melewatkan kesempatan ini begitu saja. Mereka kerap mengadakan acara lari untuk merangkul dan memperkenalkan diri kepada anak muda melalui relasi ini.
Platform seperti Strava, TikTok, dan Instagram membuktikan bahwa olahraga kini menyatu dengan identitas digital anak muda.
Uniknya, sampai muncul fenomena "joki Strava", yaitu menyewa jasa orang lain untuk menggantikan aktivitas olahraga tetapi menggunakan akun Strava penyewa jasa. Fenomena ini didorong oleh kebutuhan validasi digital dan ketakutan tertinggal atau FOMO di media sosial.
Joki ini menyewakan rekaman prestasi palsu dengan rute cepat dan elevasi tinggi untuk diklaim seakan itu hasil usaha pemilik akun.
Manfaat Lari untuk Kesehatan
Psikolog Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang Luh Putu Shanti Kusumaningsih menyatakan bahwa olahraga memang dapat menjadi salah satu cara untuk meredakan stres.
"Secara psikologis, ketika kita melakukan hal-hal yang kita sukai, contohnya berolahraga, maka kita akan menghasilkan hormon bahagia. Karena kita melakukannya dengan enjoy, sehingga yang ada di hari kita adalah hal-hal yang sifatnya positif," ucap Putu.
Sebuah penelitian dalam British Journal of Sports Medicine menunjukkan bahwa orang yang berlari setidaknya seminggu sekali memiliki risiko 23 persen lebih rendah dari kematian akibat kanker dan 27 persen dari semua penyebab kematian daripada orang yang tidak berlari sama sekali.
Demi mendapatkan manfaat lari untuk menurunkan risiko kanker dan kematian dini ini, peneliti menyarankan untuk berlari selama 50 menit per minggu. Latihan ini dapat dilakukan dalam satu hari atau terbagi dalam beberapa aktivitas dengan durasi pendek setiap minggunya.
Secara khusus, penelitian lain juga menyebutkan bahwa pelari wanita memiliki risiko lebih rendah terkena kanker payudara apabila melakukan lari secara rutin dengan intensitas yang memadai.
Peneliti menyebut manfaat lari untuk meningkatkan suasana hati ini sebagai runner's high. Selain itu, lari juga dapat meningkatkan mood pada mereka yang menderita depresi.
Berlari merangsang tubuh untuk meningkatkan produksi endocannabinoid dalam jumlah besar. Endocannabinoid adalah hormon yang bertugas membuat seseorang merasa senang. Bahkan, hormon ini memiliki efek yang sama saat tubuh merespons rangsangan cannabis atau ganja.
Para ahli menduga hormon ini memiliki efek euforia yang lebih kuat dibandingkan endorfin. Hal ini terjadi karena endorfin hanya diproduksi oleh bagian tubuh tertentu, sedangkan endocannabinoid dapat diproduksi oleh berbagai sel tubuh.
Terpopuler
1
Sopir Enggan Kibarkan Merah Putih, Sarbumusi: Pasang Bendera One Piece Simbol Perlawanan
2
MA IPNU Jakarta Utara Siap Semarakkan Munas I di Bondowoso
3
PWNU Jakarta Bertekad Jadi Kiblat Masyarakat Ibu Kota
4
Muharram Momentum Perbaiki Niat, Safar untuk Latih Kesabaran
5
KH Ma'ruf Amin: NU Gerakan Kolektif Para Ulama untuk Memperbaiki dan Menjaga Umat
6
Khutbah Jumat: Menghidupkan Semangat Ukhuwah dalam Masyarakat Perkotaan
Terkini
Lihat Semua