• logo nu online
Home Warta Nasional Jakarta Raya Dari Betawi Keislaman Sejarah Opini Literatur Obituari
Jumat, 29 Maret 2024

Jakarta Raya

Wakil Katib PWNU DKI Sebut Allah Cinta kepada Orang yang Cinta Damai

Wakil Katib PWNU DKI Sebut Allah Cinta kepada Orang yang Cinta Damai
Wakil Katib Syuriah PWNU DKI Jakarta KH Ghufron Mubin (Foto: Dok. NU Online Jakarta)
Wakil Katib Syuriah PWNU DKI Jakarta KH Ghufron Mubin (Foto: Dok. NU Online Jakarta)

Jakarta Utara, NU Online Jakarta
Wakil Katib Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta KH Ghufron Mubin mengulas Tafsir Surat Ali Imran ayat 134. Dalam ayat itu, ia menyebutkan bahwa Allah mencintai orang-orang yang cinta terhadap kedamaian. 


Kecintaan tersebut, kata Kiai Ghufron dapat diimplementasikan dengan cara mencintai serta berbuat baik kepada sesama (manusia).


“(Karena) Islam adalah agama tauhid, Islam adalah agama sosial dan Islam adalah agama kemanusiaan,” ujar Kiai Ghufron dalam tausiyahnya di sebuah stasiun TV swasta (https://youtu.be/iDiG0SWla9g) yang dikutip NU Online Jakarta pada Jum’at (6/1/2023).


Untuk memperkuat tafsir tersebut, Kiai Ghufron mengutip salah satu keterangan dari Kitab Tadzkiratul Auliya. Dikisahkan seorang wali bernama Abdullah Al-Mubarak yang pada suatu waktu selepas menunaikan ibadah haji, ia bermimpi bertemu dua malaikat sedang saling berbincang.


“Malaikat yang satu bertanya, ada berapa umat Islam yang melaksanakan ibadah haji pada saat ini? Dijawab ada 600 (enam ratus) ribu. Kemudian ditanya dari 600 ribu ada berapa orang yang diterima ibadah hajinya?, lalu dijawab bahkan tidak ada satupun ibadah hajinya yang diterima oleh Allah,” terang Kiai Ghufron.


Di samping itu, Kiai Ghufron mengungkapkan ada salah seorang muslim yang karena amalnya diberikan pahala haji yang mabrur oleh Allah. Karena amal salehnya itulah sehingga Allah menerima ibadah haji yang dilaksanakan oleh 600 ribu orang tadi.

 

“Disebut namanya adalah tukang sol sepatu di sebuah pasar di Damaskus,” ungkap Pengurus LD PBNU ini.


Masih dalam Kitab Tadzkiratul Auliya, selepas menunaikan ibadah hajinya, Abdullah Al-Mubarak kemudian mencari orang yang saleh itu untuk berjumpa dengannya. Ia pun bertanya mengapa amal yang dilakukan tukang sol sepatu itu mampu membuat haji dari 600 ribu umat Islam itu diterima oleh Allah.


Kiai Ghufron menyampaikan bahwa kepada Abdullah Al-Mubarak, tukang sol sepatu itu bercerita tengah mengumpulkan hartanya untuk keperluan ibadah haji. Namun di suatu waktu, istri dari tukang sol sepatu yang sedang hamil itu mencium aroma masakan daging dari tetangganya.


Kemudian, istri dari tukang sol sepatu itu menyuruhnya agar menyambangi tetangganya yang sedang memasak daging dengan maksud meminta sedikit masakan dagingnya. Sambil menangis, tetangganya mengatakan daging yang diolahnya adalah halal bagi dirinya dan haram bagi tukang sol sepatu itu.


“Daging itu adalah himar (keledai) yang sudah mati untuk mengisi perut kami dan anak-anak kami yang kelaparan,” urai Kiai Ghufron dalam Kitab karangan Syeikh Fariduddin Attar.


Ketua LDNU DKI Jakarta 2014-2019 melanjutkan, tukang sol sepatu itu kembali ke rumahnya untuk mengambil hartanya yang ia kumpulkan untuk keperluan ibadah haji itu. Kemudian ia menggunakan hartanya itu untuk membeli daging untuk diserahkan kepada tetangganya itu.


“Uang 400 dirham yang sudah terkumpul itu dihadiahkan kepada tetangganya untuk berdagang guna memenuhi kebutuhan hidupnya dan anak-anaknya,” lanjutnya.


Usai mendengar ceritanya, Abdullah Al-Mubarak pun memeluk tukang sol sepatu itu. Ia menyatakan bahwa ibadah sosial itu ternyata tidak hanya bermanfaat bagi dirinya, tetapi juga bermanfaat bagi 600 umat Islam yang melaksanakan ibadah haji.


“Bahkan ibadah orang lain yang sejatinya ditolak dan tidak diterima oleh Allah, (menjadi) diterima oleh karena ibadah sosial seseorang yang punya empati terhadap orang lain,” tegas Kiai Ghufron.


Dengan demikian dari kisah Abdullah Al-Mubarak dan Kemuliaan hati seorang tukang sol sepatu itu, Kiai Ghufron menyimpulkan bahwa tidak harus sampai ke Ka’bah untuk sekadar mendapatkan pahala haji yang mabrur. 


Artinya, dengan kecintaan dari hati dan rasa empati kepada orang lain pun dapat diganjar dengan pahala yang setara dengan haji yang mabrur. Meskipun tidak melaksanakan ibadah haji.


“Oleh karena itu kita memberi pun juga agar keterkaitan hati sesama umat Islam dan sesama manusia selalu terikat dan selalu damai,” imbuh Kiai asal Madura ini.


Kiai Ghufron memaparkan Islam mengajarkan bagaimana cara memberi dengan baik, sebagaimana diterangkan dalam Surat Al-Baqarah ayat 263 yang berbunyi:

 

قَوْلٌ مَّعْرُوفٌ وَمَغْفِرَةٌ خَيْرٌ مِّن صَدَقَةٍ يَتْبَعُهَآ أَذًى ۗ وَٱللَّهُ غَنِىٌّ حَلِيمٌ


Artinya: Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.


Pewarta: Khoirul Rizqy At-Tamami
Editor: Herly Ramadhani


Jakarta Raya Terbaru