• logo nu online
Home Warta Nasional Jakarta Raya Dari Betawi Keislaman Sejarah Opini Literatur Obituari
Minggu, 19 Mei 2024

Nasional

"Kiai Tanpa Pesantren" Dibedah di Jakarta

"Kiai Tanpa Pesantren" Dibedah di Jakarta

Jakarta, NU Online
Buku berjudul “Kiai Tanpa Pesantren, Potret Kiai Kudus” karya Prof Abdurrahman Mas’ud, Ph.D., Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Pendidikan Agama dan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI dibedah di hotel Grand Cemara, Jl Cemara No 1, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (19/11) siang.
<>
Acara yang dibuka secara resmi oleh Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI Prof Dr Machasin, MA, ini berlangsung cukup meriah. Pasalnya, dari sekitar 50-an yang hadir rata-rata merupakan para peneliti senior dan peneliti muda dari berbagai institusi di ibukota. Selain itu, aktivis ormas Islam seperti Muhammadiyah juga diundang.

Hadir sebagai pembedah pertama adalah Prof Dr Asep Usman Ismail, MA., guru besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sebagai pembedah kedua adalah Dr Imam Syafi’i, MA., Kasubdit Pesantren Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Kemenag RI. Sebelum para panelis memberikan testimoninya, Prof Mas’ud selaku penulis terlebih dahulu diberi kesempatan untuk mempresentasikan karyanya itu.

“Awalnya, buku ini merupakan sebuah riset yang terilhami sebuah fenomena menarik di Kudus. Di kota kecil ini, fenomena tentang eksistensi seorang Kiai, terutama yang memiliki nama besar dan spesifikasi keilmuan yang tinggi amat menarik. Karena beliau-beliau yang saya tulis di buku ini rata-rata tidak memiliki pesantren,” paparnya.

Jika di kebanyakan daerah yang menjadi pusat-pusat pesantren, lanjut Mas’ud, kebesaran nama Sang Kiai selalu diikuti dengan kebesaran nama pesantren yang dipimpinnya. Maka, di Kudus sebaliknya. Banyak kiai yang memiliki reputasi nasional justru tidak memiliki pesantren, atau jika memiliki tetapi tidak mampu menandingi nama besar Sang Kiai.

“Buku ini terbit berkat bantuan dua santri saya yang melakukan riset di lapangan. Keduanya yakni M Rikza Hamami, Dosen IAIN Walisongo Semarang, dan Khasan Ubaidillah, Dosen di kampusnya Kiai Sahal Mahfudz (STAIMAFA Kajen-Margoyoso-Pati),” kata alumnus Pesantren Qudsiyyah Kudus ini sembari mempersilakan kedua santrinya untuk duduk di depan.

Menurut Mas’ud, mereka berdua yang selama ini membantu penelitian lapangan untuk mengumpulkan data dan wawancara kepada sebagian kiai yang diangkat dalam buku tersebut. Diakuinya, buku berisi 10 biografi Kiai Tanpa Pesantren ini masih jauh dari sempurna. Rencananya akan direvisi tahun depan. Tiga di antara kesepuluh kiai yang dibahas dalam buku ini adalah KH R Asnawi (salah satu pendiri NU), KH Turaichan Adjufri el-Syarofi (pakar Ilmu Falak), dan KH Sya’roni Ahmadi al-hafidz (ahli Qiraat Sab’ah).

“Kiai Sya’roni adalah guru ngaji al-Qur’an yang paling saya kagumi. Keilmuannya dalam bidang al-Qur’an dan tafsir sangat mumpuni. Tiap Jum’at ba’da shubuh, pengajian Tafsir Showiy yang diampunya di masjid Menara Kudus selalu dihadiri ribuan orang dari berbagai daerah. Saya sangat dekat dengan beliau. Berkat beliau bacaan Qur’an saya sangat ber-tajwid. Jika saya sholat Jum’at di Jakarta, sering tidak khusyuk gara-gara imamnya tidak beres bacaannya. Saya ingin yang menjadi imam itu alumni PTIQ ,” ujarnya bersemangat. (Ali Musthofa Asrori/Mahbib)


Editor:

Nasional Terbaru