Opini

Pemikiran KH Hasyim Asy'ari: Merajut Negara Darussalam dan Pancasila

Rabu, 28 Desember 2022 | 20:45 WIB

Pemikiran KH Hasyim Asy'ari: Merajut Negara Darussalam dan Pancasila

Pemikiran KH Hasyim Asy'ari: Merajut Negara Darussalam dan Pancasila, (Foto: NU Online).

Jakarta, NU Online Jakarta

Bagi bangsa Indonesia, nasionalisme adalah hal yang sangat mendasar dan hal tersebut telah membimbing dan mengantar bangsa Indonesia ke dalam pintu gerbang kemerdekaan. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang terlahir dari semangat nasionalisme. 


Pentingnya nilai-nilai nasionalisme bagi bangsa Indonesia, sehingga tidak mengherankan apabila nilai-nilai nasionalisme terus-menerus ditanamkan pada seluruh komponen bangsa. Penanaman nilai-nilai nasionalisme harus terus dilakukan oleh setiap generasi bangsa ini.


KH. Hasyim Asy’ari merupakan salah satu ulama besar yang memiliki peran dalam perjuangan melawan pemerintah kolonial. Pengaruh KH. Hasyim Asy'ari semakin kuat ketika mendirikan pesantren di Jombang dan mendirikan organisasi Nahdlatul Ulama (NU). 


Pemikiran- pemikiran KH. Hasyim Asy’ari kerap kali menjadi landasan perjuangan bangsa Indonesia. Salah satunya ialah semangat jihad yang selalu dikobarkan untuk membebaskan Indonesia dari kungkungan kaum penjajah. Berjihad membela kebenaran dan menegakkan keadilan merupakan salah satu sikap yang selalu diperjuangkan KH. Hasyim Asy’ari (Saefudin Zuhri, 1980: 609).


Ulama atau kiai merupakan tokoh yang berperan dalam upaya menumbuhkan kesadaran nasional bangsa Indonesia. Ulama atau kiai hadir sebagai katalisator yang menggerakkan massa dalam berjuang melawan pemerintah kolonial. Menurut Ali Haidar (1995: 87), kiai atau ulama merupakan sisi penting dalam kehidupan tradisional petani di pedesaan. 


Keresahan petani akibat tekanan pemerintah kolonial menemukan legitimasi perjuangannya dengan ayoman kepemimpinan ulama dalam melakukan protes terhadap penjajah. Berdasarkan tersebut, pemikiran dan perjuangan KH. Hasyim Asy'ari mulai terbentuk dengan adanya nilai-nilai nasionalisme dan patriotisme yang tumbuh seiring perjuangannya melawan penjajah.


Pemikiran kebangsaan KH. Hasyim Asy’ari sebenarnya mengarah ke ide-ide politik (Fiqh Siyasah). Secara umum pemikiran politik KH. Hasyim Asy’ari sejalan dengan doktrin politik Sunni sebagaimana yang telah dikembangkan oleh Al-Mawardi dan Al-Ghazali. 


Menjelaskan pada dasarnya doktrin ini sangat akomodatif terhadap penguasa, hal ini dikarenakan pada saat itu dirumuskannya doktrin ini ketika dunia politik Islam mengalami kemunduran yang pada gilirannya akan memunculkan anggapan bahwa posisi rakyat sangat lemah dan mereka harus tunduk terhadap penguasa. 


Hal tersebut dapat diartikan, sejalan dengan sikap KH. Hasyim Asy’ari dan tokoh Nahdlatul Ulama yang lain menunjukan akomodatif pada penguasa, baik yang muslim maupun non-muslim.


KH. Hasyim Asy’ari merupakan salah satu tokoh perjuangan yang mewakili umat Islam dalam perlawanan terhadap kolonial Belanda. Penderitaan yang dialami bangsa Indonesia dan pengekangan terhadap kebebasan menjalankan perintah agama, mendorong KH. Hasyim Asy’ari untuk mengeluarkan fatwa tentang jihad melawan Belanda. 


Jihad yang dideklarasikannya dicatat dalam sejarah sebagai jihad kebangsaan. Bangsa Indonesia yang saat itu dalam posisi terjajah mempunyai hak untuk memerdekakan diri dari berbagai penindasan yang dilakukan para penjajah. 


Sebagai ulama kharismatik dan tokoh umat, maka KH. Hasyim Asy’ari menggelorakan semangat perjuangan untuk menentang penjajahan Belanda terutama dikalangan anak muda atau para santri. Beliau mengajak mereka untuk berjihad melawan penjajah dan menolak kerjasama dengan penjajah tersebut. Gerakan perlawanan ini disambut umat untuk membebaskan mereka dari ketertindasan yang menghinakan menuju kemuliaan yang membahagiakan.


Perjuangan KH. Hasyim Asy’ari melawan penjajah sebenarnya sudah dimulai pada saat menata Pesantren Tebuireng, di mana banyak rintangan, halangan dan hambatan dan pemerintah kolonial Belanda. Pemerintah kolonial Belanda senang melihat kaum Muslim dalam posisi terbelakang sehingga tidak dapat melakukan perlawanan terhadapnya.


Bentuk perjuangan K.H. Hasyim Asy’ari ketika negaranya Indonesia dijajah Belanda adalah ketika beliau berikrar di Multazam, sewaktu melakukan haji untuk kedua kalinya. Beliau berikrar bersama teman-temannya yang bukan hanya berasal dan Indonesia, tapi juga dari Malaysia, Brunei, benua Afrika, dan Timur Tengah. Mereka mengikrarkan diri untuk mengabdikan keilmuanna pada kejayaan Islam dan masyarakat di negaranya masing-masing agar segera terlepas dari penjajah.


Jihad menjadi ikatan solidaritas yang mampu mengetuk setiap hati kaum muslim untuk melakukan perlawanan kepada pemerintah kolonial. Konsep ini pertama kali didengungkan pada akhir abad ke-17, ketika kerajaan Mataram dan Banten jatuh ke tangan Belanda. 

Kaum Muslim Nusantara telah mengenal konsep ini sejak lama, lewat buku-buku tentang Islam atau lewat pengajian-pengajian dan ceramah-ceramah di masjid. Tapi sebelum itu tidak begitu jelas apa makna jihad dan bagaimana menerapkannya. Baru setelah mereka berhadapan secara nyata dengan “kaum kompeni” memahami arti jihad menjadi jelas.


Belanda tidak tinggal diam dan terus mencari berbagai cara untuk melakukan penindasan terhadap KH. Hasyim Asy’ari. Belanda mengirimkan tentaranya dalam jumlah besar untuk menghancurkan fasilitas Pesantren Tebuireng dengan dibakar, baik bangunan maupun kitab-kitab milik pesantren. Bahkan, kitab-kitabnya juga dibakar. Perlakuan tidak manusiawi seperti itu berlangsung hingga tahun 1940-an.


Dalam perjalanan untuk  merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia tentunya KH. Hasyim Asy’ari mempunyai prinsip yang kuat, sebagai catatan perjalanannya ketokohannya luar biasa memperjuangan hak-hak bangsa yang dirampas oleh penjajah mulai dari penjajah belanda dan jepang, kemudian kecerdasan pemikiran KH. Hasyim Asy’ari menentukan sikap yang terurai baik diselesaikan oleh kepribadiannya yang terlibat langsung dengan pemerintah belanda maupun organisasinya yang KH. Hasyim Asy’ari ciptakan, karenanya menjadi tokoh penting dan menentukan dalam perjalanan organisasi Nahdlatul Ulama dalam proses kemerdekaan.


Sikap dan Inspirasi KH. Hasyim Asy’ari menjadi pengaruh yang kuat mulai dari kalangan masyarakat yang biasa maupun para diplomat yang berada di posisi pemerintah saat itu, begitupun dalam perjalanan perumusan dasar negara KH. Hasyim Asy’ari dimintai pandangan oleh Ir. Soekarno untuk memberi arahan bagaimana negara mampu untuk mendapatkan kepercayaan publik untuk bersepakat bahwa Pancasila adalah ideologi sekaligus menjadi dasar negara sebagai pedoman dalam tata kehidupan berbangsa.


Pancasila menjadi sumber keyakinan KH. Hasyim Asy’ari dalam meneguhkan dasar negara Indonesia sebagai Negara Darussalam yang sudah diputuskan pada Muktamar ke 11 Banjarmasin 1936 sebelum Indonesia Merdeka. Dengan diekspresikan melaui tindakan perlawanan kepada penjajah dengan mengeluarkan fatwa resolusi jihad.


 Seandainya saja hal itu tidak dilakukan oleh KH. Hasyim Asy’ari sama saja bangsa tidaklah mampu mempertahankan Pancasila sebagai ideologi bangsa maka dengan itu secara otomatis Pancasila akan menghilang di Negara Indonesia.


Menurut KH. Hasyim Asy'ari umat lslam harus juga mempertahankan negara jenis terakhir ini karena membiarkan umat Islam melaksanakan ajaran agamanya. Beliau memandang bahwa negara dalam kondisi penyesuaian atau masa transisi kebiasaan setelah kemerdekaan dilakukan.


Bangsa Indonesia mempunyai kekuatan dalam mempertahankan kemerdekaan, Pancasila sebagai pedoman yang tepat dan sejauh ini mulai daripada keterlibatannya dalam masa penjajahan kolonial belanda sampai hari ini pemikiran KH. Hasyim Asy’ari tidak bertentangan dengan tindakannya yang dilakukan justru pemikirannya menjadi modal utama dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.


KH Syafruddin Mahud, Ketua Tanfidziah Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWC NU) Kecamatan Makasar, Jakarta Timur.