Syariah

Bagaimanakah Shalat saat Terjebak Macet? 

Kamis, 23 Januari 2025 | 19:48 WIB

Bagaimanakah Shalat saat Terjebak Macet? 

Ilustrasi kemacetan. (Foto: Freepik/NU Online Jakarta)

Kemacetan telah menjadi fenomena yang mudah ditemui sehari-hari di kota besar seperti Jakarta. Kondisi tersebut Kemacetan kerap menyita banyak waktu. Tak jarang macet yang mengular, terjadi saat waktu shalat tiba. Lalu bagaimanakah shalat saat terjebak macet?

 

Umumnya, macet terjadi di waktu pagi, saat berangkat menuju kantor, atau sore hari selepas pulang bekerja. Saat dalam kondisi tersebut, seseorang sering kehilangan waktu shalatnya terlebih saat waktu magrib.

 

Shalat saat Terjebak Macet

 

Shalat merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang baligh dan berakal. Seorang muslim tidak diperkenankan meninggalkan shalat dengan sengaja, bahkan ada teguran keras bagi siapapun yang meninggalkannya.

 

Kendati demikian, dalam beberapa kondisi tertentu yang mengakibatkan seseorang tidak mampu melaksanakan shalat pada waktunya, agama memberikan keringanan seperti saat terjebak macet. Dalam situasi tersebut keringanan yang diberikan yaitu berupa Jamak (menggabungkan shalat) dan Qasar (meringkas rakaat shalat). 

 

Mayoritas ulama fiqih membolehkan seseorang melakukan jamak shalat dengan ketentuan yang berbeda. Kebolehan ini merupakan keringanan bagi siapapun yang berada dalam masyaqqah (kesulitan). Dalil yang membolehkannya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas R.A 

 

جَابِرِ بْنِ زَيْدٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى بِالْمَدِينَةِ سَبْعًا وَثَمَانِيًا الظُّهْرَ وَالْعَصْرَ وَالْمَغْرِبَ وَالْعِشَاءَ فَقَالَ أَيُّوبُ لَعَلَّهُ فِي لَيْلَةٍ مَطِيرَةٍ قَالَ عَسَى (متفقّ عليه) 

 

"Dari Jabir bin Zaid dari Ibnu 'Abbas, bahwa Nabi ﷺ pernah melaksanakan salat di Madinah sebanyak tujuh dan delapan, yaitu salat Zuhur, Asar, Magrib dan Isya.'" Ayyub berkata, "Barangkali hal itu ketika pada malam itu hujan." Jabir bin Zaid berkata, "Bisa jadi." (Muttafaq Alaihi).

 

Dalam kitab Fathul Bari karya Imam Ibn Hajar Al-Asqalani dijelaskan terdapat perbedaan pendapat termasuk dilakukan ketika waktu hujan atau tidak. Namun terdapat riwayat lain dari Ibn Abbas yang menjelaskan bahwa shalat jamak bukan hanya dilakukan dalam keadaan takut, perjalanan jauh, ataupun hujan. 

 

وَقَدْ ذَهَبَ جَمَاعَةٌ مِنَ الْأَئِمَّةِ إِلَى الْأَخْذِ بِظَاهِرِ هَذَا الْحَدِيثِ، فَجَوَّزُوا الْجَمْعَ فِي الْحَضَرِ لِلْحَاجَةِ مُطْلَقًا لَكِنْ بِشَرْطِ أَنْ لَا يُتَّخَذَ ذَلِكَ عَادَةً، وَمِمَّنْ قَالَ بِهِ ابْنُ سِيرِينَ، وَرَبِيعَةُ، وَأَشْهَبُ، وَابْنُ الْمُنْذِرِ، وَالْقَفَّالُ الْكَبِيرُ وَحَكَاهُ الْخَطَّابِيُّ عَنْ جَمَاعَةٍ مِنْ أَصْحَابِ الْحَدِيثِ، وَاسْتَدَلَّ لَهُمْ بِمَا وَقَعَ عِنْدَ مُسْلِمٍ فِي هَذَا الْحَدِيثِ مِنْ طَرِيقِ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ قَالَ: فَقُلْتُ لِابْنِ عَبَّاسٍ: لِمَ فَعَلَ ذَلِكَ؟ قَالَ: أَرَادَ أَنْ لَا يُحْرِجَ أَحَدًا مِنْ أُمَّتِهِ.

 

"Terdapat golongan ulama yang memahami hadis tersebut secara dzahirnya (tekstual) Bahwa mereka membolehkan jamak shalat bagi muqim (tidak melakukan safar) untuk keperluan hajat. Dengan syarat, tidak menjadikan jamak sebagai kebiasaan. Adapun mereka yang berpendapat demikian ialah Ibn Sirrin, Rabiah, Asyhab, Ibn Mundzir, Al-Qaffal, dan Al-Khattabi dari golongan Ulama Hadis. Mereka juga berdalil dengan hadis dalam kitab Imam muslim melalui jalur Sa'id ibn Jubair berkata: maka aku bertanya kepada Ibn Abbas: Mengapa melakukan hal tersebut (jamak)?, Ibn Abbas Menjawab: Rasulullah tidak menginginkan kesulitan untuk Umatnya. (Penjelasan ini dapat ditemukan dalam kitab Fathul Bari Juz 2, H 24, Bab Mengakhirkan shalat Dzuhur ke Ashar).  

 

Kebolehan Jamak Shalat
 

Kebolehan jamak ini merupakan keringanan bagi umat Nabi Muhammad SAW. Apalagi jika berada di posisi yang sulit (​​​​​​masyaqqah) seperti terjebak macet panjang. Maka seseorang boleh melakukan jamak shalatnya. Baik itu jamak ta'khir ataupun jamak taqdim

 

Contohnya, jika seseorang ingin melakukan perjalanan pulang sebelum datangnya waktu Magrib. Namun saat di perjalanan, ia terjebak kemacetan parah yang dapat menghilangkan waktu Magribnya, maka ia diperbolehkan untuk melakukan jamak ta'khir, yaitu mengakhirkan shalat Magrib di waktu Isya. 

 

Atau jika seseorang pulang dari pekerjaannya tepat setelah waktu Dzuhur, jam 1. Sementara ia mendapatkan kabar terjadi kemacetan panjang, karena insiden tertentu, sehingga dapat menghilangkan waktu asharnya. Maka ia diperbolehkan untuk jamak taqdim, yaitu mengedepankan shalat ashar di waktu dzuhur. 

 

Adapun jika melakukan perjalanan pendek, dan masih memungkinkan mampir untuk shalat, itu lebih baik. Sebab tetap bisa melaksanakan shalat di waktu yang telah ditentukan, dan keluar dari sesuatu yang masih diperdebatkan adalah lebih utama. Sebagaimana pendapat syekh Wahbah Zuhaili

 

والأفضل عدم الجمع خروجاً من الخلاف

 

Meski terdapat kemudahan karena kondisi tertentu, sebisa mungkin terlebih dahulu untuk mencari musholla pom bensin atau masjid di pinggir jalan. Sebab, tidak mungkin seseorang melakukan shalat jamak terus-menerus setiap harinya ketika terjebak macet.

Wallahu'alam.