Ketua PWNU Jakarta: Pengurus Harus Jadi "Muslih", Bukan Sekadar "Shalih"
Ahad, 15 Juni 2025 | 11:00 WIB
Jakarta Pusat, NU Online Jakarta
Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta KH Samsul Ma'arif menekankan pentingnya pengurus organisasi menjadi "muslih" (orang yang memperbaiki), bukan sekadar "shalih" (orang baik). Pernyataan ini disampaikan dalam Seminar Penggerak Dakwah Wasathiyah LTM PWNU DKI Jakarta di Puri Mega Hotel Cempaka Putih, Sabtu (14/6/2025).
Kiai Samsul menguraikan perbedaan fundamental antara konsep "shalih" dan "muslih" dalam terminologi Islam. Kiai asal pesantren tersebut menyatakan bahwa kedua istilah memiliki makna berbeda dalam konteks kebaikan.
"Orang baik itu kita sebut dengan shalih. Kalau orang yang memperbaiki kita sebut dengan muslih," paparnya.
Ketua PWNU DKI Jakarta menjelaskan perbedaan keduanya berdasarkan orientasi kebaikan yang dihasilkan. Beliau menegaskan bahwa shalih memiliki orientasi personal, sedangkan muslih berorientasi sosial.
"Kalau shalih, kebaikannya untuk dirinya. Tapi muslih, kebaikannya untuk dirinya dan untuk orang lain," jelasnya.
Kiai Samsul memberikan penjelasan lebih mendalam tentang konsep bergerak versus menggerakkan dalam konteks kebaikan. Kiai tersebut mencontohkan bahwa orang yang hanya bergerak memiliki kebaikan terbatas.
"Orang yang bergerak, kebaikannya itu hanya untuk dirinya sendiri saja. Itu bergerak, nyari duit, salat, itu namanya bergerak yang kebaikannya hanya untuk dirinya sendiri saja," katanya.
Sebaliknya, Ketua PWNU menjelaskan bahwa konsep menggerakkan memiliki dimensi yang lebih luas dalam memberikan manfaat. Beliau menyatakan bahwa orang yang menggerakkan tidak hanya memikirkan kepentingan pribadi.
"Orang yang menggerakkan, kebaikannya itu untuk dirinya dan orang lain. Itu identik dengan orang baik," ungkapnya.
Dengan latar belakang pendidikan pesantren, KH Samsul Ma'arif memberikan penjelasan linguistik Arab tentang konsep ini. Beliau merujuk pada struktur kata kerja yang ditambah tasdid atau hamzah yang memiliki makna berbeda dalam konteks transitif dan intransitif.
Ketua PWNU DKI Jakarta menegaskan bahwa semua pengurus harus menjalankan fungsi ganda sebagai muslih dan muharrik. Beliau menekankan pentingnya peran konstruktif dalam organisasi.
"Semua pengurus itu muslihun wa muharrikun. Tugasnya menggerakkan dan memperbaiki. Menggerakkan kalau merusak, buat apa?" tanyanya retoris.
Kiai Samsul juga mengutip ayat Al-Quran sebagai landasan konsep islah dalam Islam. Beliau menyatakan bahwa Islam mengajarkan prinsip perbaikan yang berorientasi pada kepentingan bersama. "In uridu illal islah mastataktu, wamataufiqi illa billah. Islam itu orang yang memperbaiki, yang menggerakkan kebaikannya bukan untuk dirinya saja, tapi untuk orang lain," jelasnya.
Dalam konteks praktis, Ketua PWNU memberikan ilustrasi konkret penerapan konsep muslih dalam kepengurusan takmir masjid. Kiai Samsul menggambarkan bagaimana seorang muslih seharusnya berperan dalam mengelola masjid.
"Tapi kalau yang ingin menjadi muslih, bagaimana menggerakkan masjid sebagai sebuah kegiatan melibatkan banyak orang, itu baru muslih," pungkasnya.
Terpopuler
1
Ulama Kharismatik Betawi KH Bunyamin Muhammad Wafat, Ketua PWNU Jakarta: Sosok Berpengetahuan Luas
2
Anak 7 Tahun Ditemukan Kelaparan dan Penuh Luka Bakar di Jakarta Selatan
3
Relawan Ansor Banser Jaga Posko Kebakaran Kapuk Muara Selama Seminggu
4
Ketua Umum GP Ansor Kunjungi Posko Banser Peduli Kebakaran Kapuk Muara
5
PWNU Jakarta akan Gelar Bahtsul Masail soal Penggunaan AI hingga Solusi Masalah Haji
6
Warga Pondok Ranggon Rayakan Hajat Bumi Kramat Ganceng
Terkini
Lihat Semua