• logo nu online
Home Warta Nasional Jakarta Raya Dari Betawi Keislaman Sejarah Opini Literatur Obituari
Senin, 29 April 2024

Opini

RAMADHAN

Hening Ramadhan

Hening Ramadhan
Ilustrasi Hening Ramadhan (Foto: Dok. NU Online)
Ilustrasi Hening Ramadhan (Foto: Dok. NU Online)

Motivasi paling utama harus datang dari dalam bukan yang dari luar. Sesekali bolehlah engkau mendapat suntikan spirit baik lewat training motivasi atau bacaan atas kisah sukses orang lain. Tapi caramu memaknai dan apakah hatimu mengizinkan untuk melakukan perubahan itu hal yang paling prinsip. Kesunyian puasa melatih kita untuk menghidupkan motivasi internal guna menjemput kesuksesan sebagai orang yang kembali kepada kesucian. Saya rasa kita bisa mewujudkan hal serupa untuk jenis sukses yang lebih luas.


Kesunyian internal atau lebih spesifik, kesunyian personal, adalah kondisi hening yang kita aktifkan.


Hening itu penting apalagi setelah kita tau hidup ini penuh dengan lalu lintas pikiran yang liar. Terkadang kita sulit mengendalikan.


Saat kamu dikelilingi oleh riuhnya persoalan, kamu membutuhkan hening.


Ada dua fakta dalam kehidupan ini yang tak bisa kita bantah; tarik menarik antara kebaikan dan keburukan. Mungkin sudah suratan dua hal ini akan terus bertempur. 


"Karena Engkau telah menetapkan aku dalam kesesatan, aku bersumpah akan menyesatkan keturunan Adam. Akan aku palingkan mereka dari jalan kebenaran dengan menggunakan segala cara." 


Tafsir Pak Quraish Shihab atas firman Allah surat Al-A'raf ayat 16 seperti menegaskan janji pertempuran tersebut. Tarik menarik ini belum akan berakhir hingga kiamat tiba.


Tapi apakah kita akan menunggu hari kiamat?


Keselamatan dalam hidup itu bukan digapai nanti tetapi sekarang, saat ini, di sini. 


Maka, diperlukan keberanian untuk sadar menjemput keselamatan. Kapan? Ya sekarang. Dari mana memulainya? Dari sini. Ya, dari kekinian hidup yang sedang kita lintasi.


Bagaimana memulainya?


Petakan saja dulu kebaikan dan keburukan. Dulu, guru saya, Sayyid Abdullah Bilfaqih mengatakan, al-hizbu hizbâni, hizb ar-rahmân wa hizb asy-syaithân, hanya ada dua kelompok di dunia ini; kelompok yang bernaung di bawah bendera Tuhan yang Maha Penyayang dan kelompok yang bergabung di bawah kebengisan setan.


Setan tentu saja makhluq, ia diciptakan oleh Tuhan. Setan tidak mencipta dirinya sendiri. Ia ada karena diadakan, sebagaimana Tuhan juga menciptakan malaikat yang hanya melakukan ketaatan. Malaikat dan Setan kerap disimbolkan sebagai pertempuran antara kebaikan dan kejahatan. Seorang novelis ternama asal Amerika, Dan Brown menulis novel dengan judul Angel and Demon yang berarti Malaikat dan Iblis.


Dalam ranah kehidupan, penjelasan atas kebaikan dan keburukan boleh jadi merupakan diskusi paling tua dan sekaligus menguras energi paling melelahkan. Baik kaum agamawan maupun kalangan sekular seperti tak menemukan kata akhir dalam menjelaskan hal ini. Ada yang menyebutnya sebagai suratan atau takdir ada juga yang meyakininya sebagai cara Tuhan membimbing ciptaannya untuk menemukan hikmah, ada juga sekelompok kaum skeptis yang menolak intervensi Tuhan dalam soal kehidupan manusia.


Saya tidak hendak mengulangi perdebatan lama itu, bagi saya sikap atas tarik menariknya kebaikan dan keburukan itu harus jelas dan tegas. Kita tidak bisa mengambil jalan tengah yang remang-remang. Apakah Anda hendak memaklumi kejahatan sebagai bagian dari kehidupan yang wajar?


Bagi kita yang terbiasa hidup dalam tradisi keagamaan, terkadang ada momok yang menakutkan; yaitu konsep tentang dosa. Kebaikan itu beroleh pahala dan kejahatan itu beroleh dosa. Saya juga tidak hendak meletakkan konsepsi ini sebagai basic pemikiran mengenai keheningan. Konsepsi pahala dan dosa bagi saya merupakan anak tangga paling awal bagi penganut agama yang berorientasi pada benefit dalam penghambaan kepada Tuhan; bahwa semakin banyak pahala itu berarti menguntungkan kita dan karenanya beroleh surga. Sebaliknya semakin banyak dosa itu berarti merugikan dan karenanya akan beroleh neraka.


Keheningan itulah kebajikan yang melegenda di atas jagat ini, sementara keburukan apalagi bila ia dibiarkan menjadi kejahatan merupakan keriuhan yang merusak tatanan jiwa. Menjadi hening adalah ikhtiar membagi kebaikan dalam pentas kehidupan, itu mengapa kebaikan selalu disyaratkan ketulusan saat menjalaninya, hasilnyapun menenangkan. Sementara pada keburukan engkau tak disyaratkan ikhlas, lakukan saja dan bersiaplah merasakan riuh dan gemuruhnya penyesalan, perasaan bersalah yang menyesakkan dada.


Sederhanya begini, pertarungan antara kebaikan dan keburukan itu adalah pentas memenangkan keheningan dan meredam gemuruhnya keriuhan.


KH Ahmad Nurul Huda, Wakil Sekretaris Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LD PBNU)


Opini Terbaru