Putusan LBM NU Jakarta : Hukum Zakat melalui Lembaga yang Tak Miliki Izin Resmi
Rabu, 16 Juli 2025 | 08:00 WIB
Agus Zehid
Penulis
Badan Amil Zakat Nasional yang akrab disebut Baznas adalah lembaga yang melakukan pengelolaan zakat secara nasional. Adapun yang dimaksud dengan pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.
Pengelolaan zakat ini diatur sedemikian rupa untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat dan meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.
Baznas juga dapat bekerja sama dengan pihak terkait sesuai dengan ketentuan peraturan. perundang-undangan. Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk Lembaga Amil Zakat (LAZ).
Pembentukan LAZ wajib mendapat izin Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri berdasarkan persyaratan yang telah diatur dalam Undang-Undang No 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat Pasal 18.
Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan zakat pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota maka dibentuklah Baznas provinsi dan Baznas kabupaten/kota. Baik Baznas maupun LAZ mempunyai kewajiban untuk menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya kepada Baznas dan LAZ provinsi dan pemerintah daerah secara berkala.
Baca Juga
Ketentuan Zakat Fitrah di Bulan Ramadhan
Hal ini dilakukan untuk memonitoring pengelolaan dana zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya agar tidak terjadi penyalahgunaan dana tersebut.
Namun ironisnya di Indonesia banyak sekali lembaga-lembaga sosial yang menerima zakat, infak, sedekah maupun bantuan sosial lainnya yang tidak mengantongi izin dari pemerintah atau pun tidak bekerjasama dengan Baznas sehingga pemerintah sulit untuk mengawasi pengelolaan dana tersebut. Hal tersebut juga dikhawatirkan terjadinya penyelewengan dana.
Hal ini menjadi problem bagi pemerintah untuk bisa menyelesaikan permasalahan penyelewengan dana zakat agar tidak banyak masyarakat yang menjadi "korban" atas dasar kemanusiaan. Padahal dalam peraturan sudah jelas bahwa setiap orang dilarang dengan sengaja bertindak selaku amil zakat melakukan pengumpulan, pendistribusian, atau pendayagunaan zakat tanpa izin pejabat yang berwenang.
1. Apakah setiap Lembaga Amil Zakat wajib mendaftarkan dan mendapatkan legalitas dari pemerintah?
Jawaban:
Bagi Lembaga Pengelola Zakat (filantropi) wajib untuk mendaftarkan dan mendapatkan legalitas dari pemerintah melalui rekomendasi dari Baznas. Sebab, pada dasarnya yang memiliki otoritas untuk mengangkat amil adalah pemerintah.
Rekomendasi:
a. Setiap pemungutan zakat yang mengatasnamakan kondisi tertentu di negara tertentu harus mendapatkan izin dari pemerintah.
b. Mendorong kepada Pemerintah melalui Baznas untuk meningkatkan pengawasan dan pembinaan terhadap lembaga pengelolaan zakat.
Referensi:
إِسْعَادُ الرَّفِيْقِ الْجُزْءُ الْأَوَّلُ ص: ١١٢
(وَالْعَامِلِيْنَ عَلَيْهَا) أي مَنْ نَصَبَهُ الْإِمَامُ لِأَخْذِ الزَّكَاةِ وَلَمْ يَجْعَلْ لَهُ أُجْرَةً مِنْ بَيْتِ الْمَالِ وَإِلَّا سَقَطَ كَسَاعٍ وَشَرْطُهُ كَوْنُهُ أَهْلًا للِشَّهَادَةِ وَكَاتِبٍ وَقَاسِمٍ وَحَاشِرٍ يَجْمَعُ أَهْل َالْأَمْوَالِ وِعَرِيْفً وَحَاسِبٍ وَحَافِظٍ وكَيَّالٍ وَوَزَّانٍ وَعَدَّادٍ.
Artinya: "(Dan orang-orang yang mengerjakannya) artinya siapa pun yang ditunjuk oleh Imam untuk mengumpulkan zakat dan tidak memberinya upah dari kas negara, maka ia tidak dianggap sebagai pengurus. Syaratnya adalah ia memenuhi syarat untuk menjadi saksi, seorang juru tulis, seorang penyalur, seorang pengumpul harta, seorang pengawas, seorang akuntan, seorang wali, seorang pengukur, seorang penimbang, dan seorang penghitung."
إِعانَةُ الطَّالِبِينَ الْجُزْءُ الثَّانِي ص ٧٧
قَوْلَهُ وَهُوَ مِنْ يَبْعَثُهُ الْإمَامَ إلخ هَذَا الْبَعْثُ وَاجِبُ وَيُشْتَرَطُ فِي هَذَا أَنْ يَكُوْنَ فَقِيْهَا بِمَا فُوِّضَ إِلَيْهِ مِنْهَا وَأَنْ يَكُوْنَ مُسْلِمَا مُكَلَّفَا حَرًّا عَدْلَا سَمِيْعًا بَصِيْرَا ذَكَرًا لِأَنَّهُ نَوْعُ وَلاَيَةِ
Artinya: "Perkataan “ adapun ‘amil adalah seseorang yang diutus oleh pemimpin”. Penunjukan ini merupakan ketentuan yang wajib dipenuhi oleh seseorang untuk bisa menjadi amil. Dan disyaratkan posisi amil diberikan kepada orang yang ahli dalam urusan yang dipasrahkan kepadanya terkait masalah zakat, tidak hanya itu tapi juga beragama Islam, sudah mukallaf, merdeka, memiliki sifat ‘adil, memiliki pendengaran dan penglihatan yang baik dan laki-laki, karena hal demikian merupakan bagian dari kekuasaan.
فِقْهُ الْإِسْلاَمِيّ وَأَدِلَتَهُ ص ٧٩٤٣ جُزء ١٠
النَّدْوَة الرّابعَة : الْفَتَاوَى وَالتَّوْصِيَاتُ . مَصْرَفُ الْعَامِلِينَ عَلَى الزَّكاةِ. الْعَامِلُوْنَ عَلَى الزَّكاَةِ : هُمْ كُلُّ مَنْ يُعِيْنُهُم أَوْلِيَاءُ الْأُمُوْرِ فِي الدُّوَلِ الْإِسْلامِيَّة أَو يَرْخُصُوْنَ لَهُمْ أَوْ تَخْتَارَهُمْ الْهَيْئَاتُ الْمُعْتَرَفُ بِهَا مِنَ السُّلْطَةِ أَو مِنَ الْمُجْتَمَعَاتِ الْإِسْلامِيَّةِ لِلْقِيَام بِجَمْعِ الزَّكاةِ وَتَوْزِيعِهَا وَمَا يَتَعَلَّق بِذلِكَ مِنْ تَوْعِيَةٍ بِأَحْكَامِ الزَّكاَةِ
Artinya: Seminar Keempat: Fatwa dan Rekomendasi Bank Pengumpul Zakat. Amil Zakat adalah mereka yang ditunjuk oleh pemerintah di negara-negara Islam, memiliki izin dari pemerintah, atau dipilih oleh badan-badan yang diakui oleh otoritas atau komunitas masyarakat muslim untuk melaksanakan pengumpulan dan pendistribusian zakat, serta kegiatan-kegiatan terkait untuk meningkatkan kesadaran mengenai hukum-hukum zakat.
Dalam referensi di atas dapat dipahami bahwa syarat seorang menjadi amil zakat adalah harus diangkat atau setidaknya mendapatkan izin dari pemerintah, sehingga fenomena yang berkembang di masyarakat dijumpai di berbagai Masjid, Mushalla, Majelis Ta’lim dan lain sebagainya yang membentuk sebuah kelompok yang mengurusi terkait zakat dan keberadaannya tidak mendapatkan izin dari pemerintah atau yang berwenang, maka tidak dapat dikategorikan sebagai amil zakat, melainkan wakil dari orang yang memberi zakat, sehingga mempunyai konsekuensi yang berbeda di antaranya adalah tidak mendapat bagian dari harta zakat atas nama amil.
الْفِقْهُ الْإِسْلامِيُّ وَأَدِلَّتَهُ للزحيلي ، ج . ١٠ ، ص . ٧٩٤٤
تَجِبَ مُتَابَعَةٌ وَمُرَاقِبَةٌ لِجَانِ الزَّكاةِ مِنَ الْجِهَاتِ الَّتِي عَيَّنَتْهَا أَوْ رَخَّصَتْهَا تَأَسِّيًا بِفِعْلِ النَّبِيِّ ﷺ فِي مُحَاسَبَتِهِ لِلْعَامِلِينَ عَلَى الزَّكاةِ . وَالْعَامِلُ عَلَى الزَّكاةِ أَمِيْن عَلَى مَا فِي يَدِهِ مِنْ أَمْوَالِ وَيَكُونُ مَسْؤُوْلَا عَنْ ضَمَانِ تَلِفَهَا فِي حَالَاتِ التَّعَدِّي وَالتَّفْرِيطِ وَالْإهْمَالِ وَالتَّقْصِيْرِ
Artinya: Panitia zakat wajib diawasi dan dimonitor oleh otoritas yang telah menunjuk atau memberi izin kepada mereka, meneladani teladan Nabi (SAW) dalam meminta pertanggungjawaban para pengumpul zakat. Para pengumpul zakat adalah wali amanat atas dana mereka dan bertanggung jawab untuk memastikan perlindungan mereka dari segala pelanggaran, kelalaian, atau pengabaian tugas.
Dalam hal pemerintah wajib melakukan pengawasan dan pembinaan kepada semua otoritas yang diberi kewenangan untuk mengelola zakat dari masyarakat dengan ketentuan:
a. Menteri melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap Baznas, Baznas provinsi, Baznas kabupaten/kota, dan LAZ.
b. Gubernur dan bupati/walikota melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap Baznas provinsi, Baznas kabupaten/kota, dan LAZ sesuai dengan kewenangannya.
Di sisi lain Baznas dan LAZ juga mempunya tanggung jawab untuk melaporkan pengelolaan zakatnya secara berkala, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Baznas kabupaten/kota wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya kepada Baznas Provinsi dan pemerintah daerah secara berkala.
b. Baznas provinsi wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya kepada Baznas dan pemerintah daerah secara berkala.
c. LAZ wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya kepada Baznas dan pemerintah daerah secara berkala.
d. Baznas wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya kepada Menteri secara berkala.
e. Laporan neraca tahunan Baznas diumumkan melalui media cetak atau media elektronik.
Ketentuan di atas merupakan komitmen Baznas dan LAZ untuk memastikan bahwa pengelolaan zakat benar-benar dilakukan secara baik, sesuai dengan ketentuan syariat dan juga sebagai bukti bahwa pengelolaan zakat dilakukan secara transparansi sehingga mudah untuk diketahui dan dipahami oleh publik.
بَغْيَةُ الْمُسْتَرْشِدِينَ ص ٩١ دَارُ الْفِكْرِ
(مَسْأَلَةٌ كَ) يَجِبُ امْتِثَالُ أَمْرِ الْإِمَامِ فَى كُلِّ مَا لَهُ فِيهِ وِلَايَةٌ كَدَفْعِ زَكَاةِ الْمَالِ الظَّاهِرِ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ فِيهِ وِلَايَةٌ وَهُوَ مِنْ الْحُقُوقِ الْوَاجِبَةِ أَوْ الْمَنْدُوبَةِ جَازَ الدَّفْعُ إلَيْهِ وَالِاسْتِقْلَالُ بِصَرْفِهِ فَى مَصَارِفِهِ وَإِنْ كَانَ الْمَأْمُورُ بِهِ مُبَاحًا أَوْ مَكْرُوهًا أَوْ حَرَامًا لَمْ يَجِبْ امْتِثَالُ أَمْرِهِ فِيهِ كَمَا قَالَهُ م ر وَتَرَدَّدَ فِيهِ فَى التُّحْفَةِ ثُمَّ مَالَ إِلَى الْوُجُوبِ فَى كُلِّ مَا أَمَرَ بِهِ الْإِمَامُ وَلَوْ مُحَرَّمًا لَكِنْ ظَاهِرًا فَقَطْ وَمَا عَدَاهُ إِنْ كَانَ فِيهِ مَصْلَحَةٌ
Artinya: Wajib mengikuti instruksi seorang pemimpin dalam semua hal yang menjadi kewenangannya seperti menyerahkan zakat harta. Akan tetapi jika seorang pemimpin tidak memiliki kewenangan dalam urusan yang bersifat wajib atau sunnah maka boleh menyerahkan zakat kepada pemimpin atau secara mandiri menyerahkan zakat kepada orang-orang yang berhak menerima zakat. Apabila pemimpin mengintruksikan pada perkara yang mubah, makruh atau haram, maka tidak wajib dita’ati, hal ini selaras dengan pendapat Imam Ramli. Akan tetapi di dalam Kitab Tuhfah Imam Ramli ragu, kemudian beliau condong akan kewajiban mengikuti intruksi dari pemimpin di dalam segala hal, meskipun haram, akan tetapi mengikuti dalam perkara haram hanya sebatas dzhahirnya saja (tidak ada konsekuensi dosa jika tidak mengiutinya), dan selagi perkara itu tidak haram terlebih terdapat mashlahat yang besar, maka mengikutinya wajib baik secara dzahiran dan bathinan (terdapat konsekuensi dosa jika tidak mengikutinya).
Regulasi terkait pengelolaan zakat sebenarnya sudah termaktub dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 yang menyatakan bahwa “Setiap orang dilarang dengan sengaja bertindak selaku amil zakat melakukan pengumpulan, pendistribusian, atau pendayagunaan zakat tanpa izin pejabat yang berwenang”. Dengan demikian, maka pembentukan Lembaga Amil Zakat secara Undang-Undang wajib mendapatkan izin dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri berdasarkan rekomendasi dari Baznas serta bersedia untuk diaudit secara berkala.
Hal ini bertujuan agar memudahkan Baznas atau pejabat yang berwenang dalam mengawasi dan mengaudit segala bentuk penerimaan dan pendistribusian zakat yang dikelola oleh Lembaga Amil Zakat, sehingga menghindari segala bentuk penyelewengan dan penyalahgunaan yang dilakukan oleh sebuah kelompok yang mengatasnamakan Lembaga Amil Zakat, namun eksistensinya tidak mendapatkan izin dari pemerintah.
Oleh karena itu Undang-Undang yang mengharuskan setiap Lembaga Amil Zakat untuk mendapatkan izin dari otoritas yang berwenang merupakan peraturan yang mengandung kemaslahatan yang wajib di taati terlebih ini menyangkut keabsahan zakat dari seorang muzakki (orang yang berzakat).
2. Dapatkah dibenarkan membayar zakat kepada LAZ yang belum mendapat legalitas dari pemerintah?
Jawaban :
Tidak dapat dibenarkan, sebab belum bisa dianggap sah (menggugurkan kewajiban zakat) kecuali dipastikan diterima oleh golongan yang berhak menerima zakat (mustahiq).
Catatan: Lembaga pengelola zakat yang belum mendapatkan legalitas dari Pemerintah hanya sebagai wakil muzakki (orang yang berzakat).
Referensi:
تُحْفَةُ المُحْتَاجِ، ج. ١، ص. ٤٩٥
(وَلَوْ دَفَعَ اِلَى السُّلْطَانِ) اَوْ نَائِبِهِ كَالسَّاعِى (كَفَتِ النِّيَّةُ عِنْدَهُ) أَيْ عِنْدَ الدَّفْعِ اِلَيْهِ وَإِنْ لَمْ يَنْوِى السُّلْطَانُ عِنْدَ الصَّرْفِ لِأَنَّهُ نَائِبُ الْمُسْتَحِقِّيْنَ فَالدَّفْعُ اِلَيْهِ كَالدَّفْعِ اِلَيْهِمْ وَلِهَذَا أَجْزَأَتْ وَإِنْ تَلِفَتْ عِنْدَهُ بِخِلَافِ الْوَكِيْلِ
Artinya: (Dan jika ia membayar kepada pemimpin) atau wakilnya, seperti seorang juru tulis, maka niatnya cukup di hadapannya, yakni pada waktu membayar kepadanya, meskipun pemimpin tidak berniat atas nama orang tersebut ketika menyerahkannya kepada orang yang berhak menerima, karena ia adalah wakil dari yang berhak menerimanya, maka membayarnya kepadanya seperti membayarnya kepada mereka, dan karenanya cukuplah, meskipun harta zakat tersebut rusak/hilang ketika berada di kekuasaan pemimpin, tidak seperti wakil (orang yang tidak mendapatkan izin dari pemerintah namun menjadi perantara untuk menyerahkan zakat orang lain).
الشَّرْوَانِي الْجُزْءُ الثَّالِثُ ص: ٣٨٠
وَلَهُ إذَا جَازَ لَهُ التَّفْرِقَةُ بِنَفْسِهِ (التَّوْكِيلُ) فِيهَا لِرَشِيدٍ وَكَذَا لِنَحْوِ كَافِرٍ وَمُمَيِّزٍ وَسَفِيهٍ إنْ عَيَّنَ لَهُ الْمَدْفُوعَ لَهُ وَأَفْهَمَ قَوْلَهُ لَهُ إنَّ صَرْفَهُ بِنَفْسِهِ أَفْضَلُ (وَ) لَهُ (الصَّرْفُ إلَى الْإِمَامِ) أَوْ السَّاعِي لِأَنَّهُ نَائِبُ الْمُسْتَحِقِّينَ فَيَبْرَأُ بِالدَّفْعِ لَهُ
Artinya: Bagi muzakki (orang yang berzakat) jika memebuhi kriteria baginya untuk menyerahkan sendiri, boleh untuk mewakilkan penyerahan zakat kepada orang dewasa, demikian juga kepada orang kafir, seseorang yang sudah tamyiz, orang yang safih, jika seorang yang memberikan zakat sudah menentukan orang yang akan menerimanya. Keterangan ini memberikan indikasi bahwa menyerahkan zakat secara mandiri lebih utama. Dan bagi muzakki (orang yang berzakat) juga diperbolehkan untuk memberikan zakat (melalui) pemimpin atau orang yang mengurusi zakat, karena mereka sebagai pengganti dari orang-orang yang berhak menerima zakat, oleh karenanya jika muzakki menyerahkan kepadanya sudah secara otomatis sudah bebas dari kewajiban zakat.
الشَّرْوَانِي الْجُزْءُ الثَّالِثُ ص: ٣٨٠
(الْأَظْهَرُ أَنَّ الصَّرْفَ إِلَى الْإِمَامِ أَفْضَلُ) لِأَنَّهُ أَعْرَفُ بِالْمُسْتَحِقِّينَ وَأَقْدَرُ عَلَى التَّفْرِقَةِ وَالِاسْتِيعَابِ وَقَبْضُهُ مُبْرِئٌ يَقِينًا بِخِلَافِ مَنْ يُفَرِّقُ بِنَفْسِهِ لِأَنَّهُ قَدْ يُعْطِي غَيْرَ مُسْتَحِقٍّ
Artinya: Pendapat yang lebih masyhur sesungguhnya menyerahkan zakat (melalui) pemimpin lebih utama, karena seorang pemimpin lebih mengetahui orang-orang yang berhak menerima zakat, dan lebih bisa membagi dan memberikannya secara merata. Dan seorang muzakki kewajibannya sudah gugur dengan menerimanya pemimpin atas zakat tersebut, berbeda dengan muzakki yang menyerahkan zakatnya sendiri, karena terkadang ia memberikannya kepada orang yang tidak berhak menerima.
الْمَجْمُوعُ شَرْحُ الْمُهَذَّبِ الْجُزْءُ السَّابِعُ ص: ١٦٥
(الرَّابِعَةُ) فِي بَيَانِ الْأَفْضَلِ قَالَ أَصْحَابُنَا تَفْرِيقُهُ بِنَفْسِهِ أَفْضَلُ مِنْ التَّوْكِيلِ بِلَا خِلَافٍ لِأَنَّهُ عَلَى ثِقَةٍ مِنْ تَفْرِيقِهِ بِخِلَافِ الْوَكِيلِ وَعَلَى تَقْدِيرِ خِيَانَةِ الْوَكِيلِ لَا يَسْقُطُ الْفَرْضُ عَنْ الْمَالِكِ لِأَنَّ يَدَهُ كَيَدِهِ فَمَا لَمْ يَصِلْ الْمَالُ إلَى الْمُسْتَحِقِّينَ لَا تَبْرَأُ ذِمَّةُ الْمَالِكِ بِخِلَافِ دَفْعِهَا إلَى الْإِمَامِ فَإِنَّهُ بِمُجَرَّدِ قَبْضِهِ تَسْقُطُ الزَّكَاةُ عَنْ الْمَالِكِ قَالَ الْمَاوَرْدِيُّ وَغَيْرُهُ وَكَذَا الدَّفْعُ إلَى الْإِمَامِ أَفْضَلُ مِنْ التَّوْكِيلِ لِمَا ذَكَرْنَاهُ
Artinya: (yang keempat) di dalam menjelaskan keutamaan. Ulama-ulama Ashabu asy-Syafi’i berpendapat bahwa menyerahkan zakat secara mandiri lebih utama daripada melalui wakil dengan tanpa khilaf (wakil yang dikehendaki disini adalah orang yang tidak diangkat oleh pemerintah untuk mengurusi masalah zakat), karena Muzakki lebih yakin dalam menyerahkan zakatnya kepada mustahik, berbeda dengan wakil. Jika seandainya wakil berkhiyanat kepada muzakki, maka kewajiban zakat atas nama muzakki belum gugur, karena kewenangan wakil seperti kewenangan muzakki, jika harta belum diterima oleh orang-orang yang berhak menerima zakat (zakat masih dalam kekuasaan wakil) kewajiban zakat seorang muzakki belum gugur, berbeda halnya jika sudah diserahkan melalui pemimpin, maka dengan hanya menerimanya pemimpin atas zakat dari muzakki, maka kewajiban zakat muzakki sudah gugur.
Dari keterangan di atas dapat dipahami bahwa penyaluran zakat bisa dengan beberapa cara, pertama, menyerahkan secara mandiri kepada orang yang berhak menerima. Kedua, menyerahkan melalui pemerintah atau lembaga yang eksistensinya telah mendapatkan izin dari pemerintah.
Ketiga, seorang yang berzakat mewakilkan kepada orang lain untuk menyalurkan zakat. Namun dalam hal pemberian zakat melalui pemerintah atau lembaga yang eksistensinya telah mendapatkan izin dari pemerintah dan penyaluran zakat melalui wakil terdapat beberapa konsekuensi yang berbeda.
Jika penyaluran zakat melalui pemerintah atau lembaga yang telah mendapatkan izin dari pemerintah secara otomatis sudah membuat seorang bebas dari tanggungan kewajiban zakat. Sebab keberadaannya, menempati posisi dari orang-orang yang menerima zakat.
Dengan demikian memberi kepada pemerintah atau lembaga yang telah mendapatkan izin dari pemerintah sama seperti memberi kepada orang-orang yang berhak menerima zakat. Sehingga kewajibannya sudah menjadi gugur, berbeda dengan suatu kelompok yang mengatas namakan amil zakat, namun keberadaannya belum mendapatkan izin dari pemerintah sehingga statusnya hanyalah wakil dari orang yang berzakat.
Konsekuensinya, harta yang disalurkan kepada wakil dari orang yang berzakat belum serta merta bisa menggugurkan kewajiban seorang yang berzakat, kecuali jika sudah diserahkan oleh wakil kepada orang yang berhak menerima, tidak hanya itu, jika harta zakat yang masih dalam penguasaan wakil terjadi kerusakan atau hilang, maka wakil wajib mengganti biaya kerusakan atau harta zakat yang hilang.
Terkait keutamaan dalam cara penyaluran zakat, telah dijelaskan bahwa penyaluran zakat melalui pemerintah atau lembaga yang telah mendapatkan izin dari pemerintah lebih utama daripada menyalurkan melalui wakil. Alasannya, karena pemerintah lebih dapat mengetahui orang-orang yang berhak menerima zakat dan mempunyai akses untuk bisa menyalurkan secara tepat dan merata.
3. Apakah kewajiban seorang muzakki sudah gugur jika menyerahkan harta zakatnya kepada lembaga amil zakat?
Jawaban :
Membayar zakat kepada lembaga pengelola zakat yang mendapatkan legalitas dari pemerintah dipastikan sah (gugur kewajiban), sedangkan membayar zakat kepada lembaga pengelola zakat yang tidak mendapat legalitas dari pemerintah belum bisa dipastikan sah.
Terkait penjelasan ini sudah disinggung dalam pembahasan sebelumnya, yaitu jika penyaluran zakat melalui pemerintah atau lembaga yang telah mendapatkan izin dari pemerintah secara otomatis sudah membuat seorang bebas dari tanggungan kewajiban zakat, berbeda dengan suatu kelompok yang mengatas namakan amil zakat, namun keberadaannya belum mendapatkan izin dari pemerintah sehingga statusnya hanyalah wakil dari orang yang berzakat.
Adapun konsekuensinya, harta yang disalurkan kepada wakil dari orang yang berzakat belum serta merta bisa menggugurkan kewajiban seorang yang berzakat, kecuali jika sudah diserahkan oleh wakil kepada orang yang berhak menerima.
Tidak hanya itu, jika harta zakat yang masih dalam penguasaan wakil terjadi kerusakan atau hilang, maka wakil wajib mengganti biaya kerusakan atau harta zakat yang hilang.
Namun dalam melaksanakan tugas dan fungsinya BAZNAS provinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota dapat membentuk Unit Pengumpulan Zakat (UPZ) pada instansi pemerintah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, perusahaan swasta, dan perwakilan Republik Indonesia di luar negeri serta dapat membentuk Unit Pengumpulan.
Putusan ini disahkan oleh Ketua PWNU DKI Jakarta KH Samsul Ma'arif, Mushohhih KH Nasihin Zain dan LBMNU DKI Jakarta
Terpopuler
1
Tak Hanya Sekolah Rakyat, Pemerintah Diminta Beri Perhatian Serius pada PKBM
2
RMINU Jakarta Minta Pemerintah Prioritaskan Bantuan untuk Guru Ngaji di Lapisan Bawah
3
MRT Jakarta Kaji Perluasan Rute hingga ke Tangsel
4
Jakarta Berpotensi Longsor pada Juli 2025, Warga Diminta Waspada
5
Pengamat Sebut Koperasi Desa Merah Putih Harus Direncanakan Matang dan Bangun Ekonomi Lokal
6
Rakorwil Majelis Alumni IPNU Jakarta Bahas Program Prioritas
Terkini
Lihat Semua