Jakarta Pusat

Pentingnya Terapkan Kepemimpinan Kolektif di Organisasi NU

Ahad, 11 Mei 2025 | 12:43 WIB

Pentingnya Terapkan Kepemimpinan Kolektif di Organisasi NU

Narasumber Aru Lego Triono di acara Silaturrahmi Keluarga Besar Pengurus Rayon (PR) (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Perjuangan "Bung Hatta", Sabtu (10/5/2025) di Aula Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Jakarta Pusat. (Foto: NU Online/Sintia)

Jakarta Pusat, NU Online Jakarta
Fenomena kepemimpinan yang terlalu berfokus pada figur ketua (ketua sentris) mendapat sorotan tajam dalam kegiatan Rapat Tindak Lanjut (RTL) dan Silaturrahmi Keluarga Besar Pengurus Rayon (PR) (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Perjuangan "Bung Hatta" yang diselenggarakan pada Sabtu (10/5/2025) di Aula Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Jakarta Pusat.


Narasumber dalam acara tersebut, Aru Lego Triono, menyoroti budaya organisasi di lingkungan NU, termasuk PMII, yang dinilai terlalu menonjolkan figur ketua umum sehingga menutupi peran anggota lainnya.

 

"Kepemimpinan di PMII itu terlalu ketua sentris. Tak hanya PMII, semua organisasi di NU terutama, memiliki kecenderungan yang sama. Ini tidak menggambarkan bahwa pemimpin itu bisa mengayomi anggotanya, kadernya," ungkap Aru dalam forum tersebut.

 

Ia memberikan contoh konkret melalui praktik di media sosial organisasi yang hampir selalu menampilkan ketua umum pada perayaan hari besar atau acara penting. 


"Setiap hari besar, pasti ada ketua umum yang tampil. Atau maksimalnya ada sekretaris dan bendahara. Hal semacam ini sebenarnya tidak penting," jelasnya.


Aru berbagi pengalaman pribadinya saat masih aktif berorganisasi tahun 2017. 


"Awalnya, setiap ada hari besar, diucapkan dan diupload. Tapi fotonya cuma ketua saja. Untuk apa saya share? Itu yang bikin kader menjadi malas," tuturnya.


Ia kemudian membandingkan dengan praktik di media massa seperti NU Online yang tidak hanya menonjolkan pemimpin redaksi, tapi juga melibatkan berbagai elemen dalam organisasi.


"Lihat saja, tidak ada yang menampilkan pemimpin redaksi saja. Bukan yang besar. Ada juga karyawan redaksi, ada bagian marketing. Ini maksudnya agar kita bisa refleksi," tambahnya.


Aru menekankan pentingnya perubahan dalam budaya kepemimpinan organisasi.

 

 "Kalau jadi ketua, jadi sekretaris, jadi pimpinan, kurangi hal-hal seperti itu. Ini hal kecil, tapi kenapa hal kecil seperti ini harus ada pembohongan?" tegasnya.

 

Di akhir paparannya, Aru juga menyinggung pentingnya seorang pemimpin memiliki visi yang jelas. 
 

"Visioner itu penting. Visi itu gambaran. Pemimpin kalau tidak punya rencana, tidak punya program, bagaimana bisa memimpin?" tutupnya.