Jakarta Raya

Wakil Rais PWNU Jakarta: NU Harus Transformasikan Nilai dan Ideologi dengan Perkembangan Zaman

Sabtu, 31 Agustus 2024 | 18:00 WIB

Wakil Rais PWNU Jakarta: NU Harus Transformasikan Nilai dan Ideologi dengan Perkembangan Zaman

Wakil Rais PWNU Jakarta KH Endin AJ Soefihara saat memberikan materi di kegiatan Peningkatan Pemahaman keorganisasian bagi pengurus NU se-Jakarta timur di Kantor PCNU Kota Jakarta Timur, Sabtu (31/8/2024). (Foto: NU Online Jakarta/Wiwit Musaada)

Jakarta Timur, NU Online Jakarta

Wakil Rais Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta KH Endin AJ Soefihara. menyampaikan tantangan yang dihadapi oleh NU. Menurutnya, NU tidak hanya bertugas untuk melestarikan tradisi, tetapi juga harus mampu mentransformasikan nilai-nilai ideologisnya agar relevan dengan perkembangan zaman. 

 

Hal ini disampaikan saat memberikan materi di kegiatan Peningkatan Pemahaman keorganisasian bagi pengurus NU se-Jakarta timur di Kantor Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Jakarta Timur, Sabtu (31/8/2024). 

 

Kiai Endin menekankan pentingnya mempertahankan ajaran-ajaran ideologis yang telah menjadi ciri khas NU, seperti marhabanan, barzanji, dan tahlilan. Meski demikian, Kiai Endin menegaskan bahwa ajaran ini tidak boleh hanya dipertahankan sebagai dogma atau tradisi tanpa makna. Sebaliknya, ajaran-ajaran tersebut harus disertai dengan narasi yang mencerdaskan, terutama bagi generasi milenial yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi.

 

“Kita harus bisa menjelaskan kenapa tahlilan dan marhabanan itu penting, ajaran ini perlu dikembangkan agar generasi muda tidak hanya mengikuti tradisi secara buta, tetapi juga memahami nilai-nilai di baliknya. Dengan demikian, mereka tidak hanya menjalankan ajaran sebagai formalitas, tetapi karena kesadaran penuh akan maknanya,” jelasnya.

 

Tantangan terbesar yang dihadapi NU di Jakarta, menurut Kiai Endin, adalah perubahan masyarakat dari kultur Jakarta lama ke Jakarta baru. Jakarta lama dikenal dengan pola hidup yang komunal, dengan perkampungan-perkampungan yang memungkinkan interaksi sosial dan keagamaan yang intens. Namun, kini Jakarta tengah bertransformasi menjadi kota dengan hunian-hunian strata title atau apartemen, yang mengubah pola interaksi sosial.

 

Lebih lanjut, perubahan ini bagi Kiai Endin menjadi tantangan besar bagi NU, terutama dalam menyebarkan ajaran dan nilai-nilai keagamaan yang selama ini bergantung pada interaksi komunal.

 

"Pola pembelajaran kiai-kiai NU yang selama ini berbasis kumpul-kumpul harus dikembangkan menjadi sistem pembelajaran yang inklusif dan sesuai dengan perkembangan zaman. Ini menandakan perlunya pendekatan baru dalam dakwah dan pengajaran agama di lingkungan perkotaan modern,” terangnya.

 

Kiai Endin juga menyoroti tanggung jawab besar NU dalam mengelola organisasi yang sudah terbukti mampu bertahan selama lebih dari satu abad. Di era yang penuh dengan tantangan ideologis baru, seperti gempuran paham-paham yang berbeda, NU harus tetap menjaga nilai-nilai Ahlusunah wal Jamaah. Menurut Kiai Endin, ideologi ini harus tetap relevan dan punya daya beli dalam arti mampu bersaing dengan ideologi lain yang berkembang di masyarakat.

 

Untuk itu, pengurus NU, terutama di tingkat paling bawah, harus dibekali dengan kemampuan organisasi yang baik serta pemahaman ideologis yang kuat. Dengan bekal tersebut, mereka akan lebih siap menghadapi berbagai tantangan, termasuk serangan paham-paham baru yang berusaha merongrong keutuhan ideologi NU.

 

Kiai berpesan terutama untuk generasi muda NU agar terus mempersiapkan diri untuk menghadapi tantangan zaman. Anak muda NU hidup di era yang berbeda dan mereka harus mampu mentransformasikan nilai-nilai keislaman yang mereka anut agar sesuai dengan perkembangan zaman tanpa kehilangan esensinya.

 

"Bekal ideologis harus dipertanggungjawabkan, tapi juga menyatu dengan kehidupan dan perkembangan zaman,"  ucapnya.

 

Kiai Endin mendorong generasi muda NU bisa menjadi penghubung antara tradisi yang telah diwariskan oleh ulama terdahulu dengan kehidupan modern yang terus berkembang. Mereka harus mampu menjaga tradisi sambil menciptakan inovasi yang relevan dengan kebutuhan zaman saat ini.

 

Terakhir, Kiai Endin menegaskan bahwa tantangan terbesar NU di era modern adalah bagaimana menjaga khitthah-nya sambil tetap relevan dengan perubahan sosial yang terjadi. NU harus mampu mentransformasi nilai-nilai ideologisnya agar tetap hidup di tengah masyarakat yang semakin berkembang. 

 

Kiai Endin menerangkan tantangan di masa modern ini menjadi lebih berat dengan adanya perubahan pola hunian di kota-kota besar seperti Jakarta, namun NU memiliki tanggung jawab besar untuk tetap menjadi pengayom umat sekaligus penjaga ideologi Ahlusunah wal Jamaah di tengah berbagai gempuran ideologi baru. 

 

“Generasi muda NU harus menjadi garda depan dalam menjaga dan mengembangkan warisan tersebut, dengan tetap mengedepankan kecerdasan dan keterbukaan terhadap perkembangan zaman,” tandasnya.