Opini

Tantangan Integritas Akademik untuk Jaga Etika dan Kejujuran dalam Penggunaan AI di Dunia Pendidikan

Ahad, 23 Februari 2025 | 16:00 WIB

Tantangan Integritas Akademik untuk Jaga Etika dan Kejujuran dalam Penggunaan AI di Dunia Pendidikan

Ilustrasi NU dan perkembangan teknologi. (Foto: NU Online)

Di era digital saat ini, Artificial intelligence (AI) telah menjadi salah satu inovasi paling masif yang dan sangat mempengaruhi kehidupan di era modern, termasuk pendidikan. Integrasi AI dalam dunia pendidikan menawarkan ruang gerak untuk meningkatkan proses pembelajaran, tetapi juga menghadirkan tantangan, terutama dalam hal integritas akademik. Dengan kemampuan AI untuk menghasilkan hasil dan memberikan solusi secara pragmatis, seyogiyanya bagi institusi pendidikan perlu mempertimbangkan bagaimana teknologi ini dapat digunakan secara etis dan bertanggung jawab.


Tantangan integritas akademik muncul ketika akademisi dihadapkan pada dilema etika dalam penggunaan AI. Penggunaan alat AI yang tidak terkontrol dapat menyebabkan pelanggaran akademis, seperti plagiarisme, yang merusak keaslian dari  value sebuah pendidikan. Oleh karena itu, sudah seharusnya sebuah institusi untuk mengembangkan pedoman yang jelas untuk memastikan bahwa penggunaan AI dalam pendidikan tidak hanya bermanfaat tetapi juga mempertahankan standar etika dalam penggunaanya.


Artificial intelligence (AI) adalah cabang ilmu komputer yang memfokuskan pada pengembangan sistem dan teknologi yang dapat melakukan tugas yang biasanya memerlukan kecerdasan manusia. Ini termasuk kemampuan untuk belajar, memahami bahasa, mengenali pola, dan membuat keputusan. AI dapat dibagi menjadi dua kategori utama: AI sempit (narrow AI), yang dirancang untuk melakukan tugas tertentu, dan AI umum (general AI), yang memiliki kemampuan untuk memahami dan belajar dari berbagai tugas seperti manusia.


Sejarah AI dimulai pada tahun 1956, ketika istilah "Artificial intelligence" pertama kali diperkenalkan oleh John Mc Carthy dalam konferensi di Dartmouth College. Pada awalnya, penelitian AI berfokus pada pengembangan algoritma dan program yang dapat menyelesaikan masalah logika dan matematika. Selama beberapa dekade berikutnya, kemajuan dalam pemrosesan data dan algoritma pembelajaran mesin (Machine learning) telah mempercepat perkembangan AI. 


Pada tahun 1997, AI mencapai tonggak sejarah ketika komputer Deep Blue dari IBM mengalahkan juara catur dunia Garry Kasparov. Sejak saat itu, AI telah berkembang pesat, dengan aplikasi yang meluas dalam berbagai bidang, termasuk kesehatan, transportasi, dan pendidikan. Penggunaan AI dalam pendidikan menawarkan berbagai manfaat, antara lain mempersonalisasi pembelajaran, mengefesiensikan administrasi, aksesibilitas, dan analisis data.


Integrasi Kecerdasan Buatan dalam pendidikan mendatangkan banyak tantangan dalam menjaga integritas akademis dan standar etika. Dengan semakin banyaknya alat AI yang tersedia, institusi pendidikan untuk memahami dan mengatasi tantangan ini agar dapat memanfaatkan teknologi dengan cara yang bertanggung jawab. Berikut adalah tantangan utama yang diidentifikasi:


1. Risiko Pelanggaran Akademis

Menurut Balalle (2025) dalam penelitiannya yang bejudul Menilai ulang integritas akademis di era AI: Tinjauan literatur sistematis tentang AI dan integritas akademis mengatakan bahwa penggunaan persAI, seperti generative AI (GenAI), ChatGPT, Meta AI, Gemini dan lainnya yang menyebabkan peningkatan plagiarisme dan kecurangan di kalangan akademisi. AI dapat menghasilkan konten yang dapat diserahkan akademisi sebagai milik mereka sendiri, sehingga merusak keaslian pekerjaan mereka. Hal ini menciptakan tantangan besar bagi pendidik dalam menilai keaslian dan integritas tugas yang diserahkan. Selain itu, Guillén-Yparrea, N dkk (2024) mengatakan alat AI mungkin secara tidak sengaja menyertakan konten yang dipinjam, yang menyebabkan plagiarisme yang tidak disengaja. Ini mempersulit evaluasi orisinalitas dan dapat merugikan akademisi yang tidak berniat untuk melakukan pelanggaran akademis, hal ini disebutkan dalam risetnya yang berjudul Mengungkap AI Generatif dalam Pendidikan Tinggi: Wawasan dari Mahasiswadan Profesor Teknik.


2. Penggunaan yang Etis dan Bertanggung Jawab

Banyak institusi pendidikan yang tidak memiliki pedoman formal untuk penggunaan AI yang etis, sehingga hal ini menimbulkan kebingungan di kalangan akademisi hal ini dijelskan oleh Lagu (2024) dalam Jurnal Kontigensi dan Manajemen krisis. Tanpa pedoman yang jelas, mungkin akademisi tidak akan menyadari batasan dan tanggung jawab mereka dalam menggunakan teknologi ini. Sebaiknya ada kebijakan dalam mencakup tanda seperti transparansi, akuntabilitas, dan konsekuensi dari pelanggaran menggunakan AI tersebut.


3. Keadilan dan Akses

Memastikan akses yang sama terhadap AI untuk mencegah kesenjangan digital di antara akademisi. Kesenjangan ini dapat memperburuk ketidakadilan dalam pendidikan, di mana hanya akademisi dengan akses ke teknologi yang dapat memanfaatkan AI secara baik dan benar. Meningkatkan literasi AI di kalangan akademisi sangat dibutuhkan untuk memastikan bahwa penggunaan teknologi bisa secara adil. Pendidikan tentang cara menggunakan AI secara etis dan bertanggung jawab harus menjadi bagian dari kurikulum pendidikan seperti dalam kampus Universitas Indonesia yang saat inaugurasi mahasiswa sudah disumpah untuk tidak menggunakan AI dalam penugasan.


4. Dampak pada Pembelajaran Akademik

Kadel dkk (2024 ) mengatakan dalam jurnalnya  Menyusun Evaluasi Masa Depan: Strategi Desain Penilaian di Era AI Generatif, mengggunakan AI yang tidak terkendalipun bisa menghambat pembelajaran, kekritisan, dan kualitas penelitian. Akademisi mungkin menjadi terlalu bergantung pada AI untuk menyelesaikan tugas, yang dapat menghambat pengembangan keterampilan penting mereka.


5. Tantangan dalam sebuah Institusi

Mungkin ada resistensi dari akademisi terhadap adopsi AI kata Fernandez-Miranda, M dkk (2024), sehingga memerlukan upaya untuk menumbuhkan budaya penggunaan AI yang etis. Edukasi dan dialog terbuka tentang manfaat dan risiko AI dapat membantu mengatasi resistensi ini. Lembaga harus mengembangkan dan menerapkan kebijakan yang menguraikan penggunaan AI yang etis dalam pendidikan. Kebijakan ini harus mencakup pedoman yang jelas dan konsekuensi bagi pelanggaran.


Mempertahankan integritas di kalangan akademik di era AI memerlukan proses multifaset yang perlu melibatkan undang-undang yang jelas, kebijakan dalam sebuah lembaga misalnya, dan pendidikan dalam menggunakan AI secara beradab bagi semua pemangku kepentingan. Dengan mengatasi tantangan-tantangan ini lembaga pendidikan dapat memanfaatkan manfaat AI sambil menegakkan etika dan menumbuhkan budaya integritas.
Â