Syariah

Bolehkah Meninggalkan Shalat Maghrib karena Acara Bukber?

Jumat, 7 Maret 2025 | 11:00 WIB

Bolehkah Meninggalkan Shalat Maghrib karena Acara Bukber?

Ilustrasi Buka Puasa Bersama. (Foto: Freepik)

Setiap Ramadhan, warga Jakarta selalu dimeriahkan oleh berbagai macam hidangan. Masyarakat Jakarta berbondong-bondong menyediakan takjil buka puasa. 


Selain dimeriahkan oleh perburuan takjil saat menjelang buka puasa, biasanya terdapat agenda tahunan yang dilakukan oleh masyarakat pada umumnya, termasuk masyarakat Jakarta. Yaitu Buka Bersama atau dikenal dengan istilah Bukber. 


Kegiatan ini dilakukan oleh berbagai macam kalangan. Baik para pekerja, teman sekolah, asrama dan lainnya. Kegiatan ini dilakukan selain untuk memeriahkan bulan Ramadhan, juga bertujuan untuk merajut hubungan silaturahmi terhadap sesama.  

 

Namun, keseruan acara buka bersama terkadang melupakan seseorang untuk melakukan kewajibannya, yaitu shalat Maghrib. Sebab, bukber dilakukan setelah shalat Maghrib. Sedangkan waktu shalat Maghrib tidak cukup panjang. 


Lalu bagaimana Fikih memandang fenomena tersebut, apakah seseorang yang ikut Bukber diperbolehkan meninggalkan shalat Maghrib karena kesibukan acara tersebut? 


Mendirikan shalat adalah suatu kewajiban bagi umat muslim. Maka seorang muslim tidak boleh meninggalkan shalat dengan sengaja. Banyak ayat-ayat Al-Qur'an yang secara jelas menerangkan bahwa Allah memerintahkan hambanya untuk mendirikan shalat. Salah satunya pada surah al-Baqarah ayat 43:

 

وَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ وَارْكَعُوْا مَعَ الرَّاكِعِيْنَ


Artinya: "Dan laksanakanlah sholat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang yang ruku'." (QS. Al Baqarah: 43)


Adapun buka bersama merupakan kegiatan yang baik. Bahkan menyegerakan berbuka termasuk dari kesunnahan yang dianjurkan oleh Nabi. 

 

Buka puasa itu sendiri merupakan tradisi keagamaan yang berawal dari kewajiban berpuasa di bulan Ramadhan. Kegiatan ini kemudian ditarik kepada ranah sosio-religius yang memunculkan tradisi buka bersama. 


Sehingga dapat kita ketahui bahwa derajat antara kedua ibadah tersebut berbeda. Bahwa shalat merupakan suatu kewajiban individu (Fardhu A'in), sementara kegiatan buka bersama adalah Sunnah. Seseorang tidak diperkenankan melakukan hal yang Sunnah dengan cara meninggalkan yang wajib. Sebagaimana dalam qaidah yang berbunyi:


 الواجب لا يترك لسنة


"Perkara yang wajib tidak boleh ditinggalkan untuk perkara Sunnah.


Contoh kasus, jika seseorang melakukan shalat sendirian, lantas lupa melakukan tasyahuud awal dan telah berdiri di rakaat ketiga, maka tidak boleh baginya untuk kembali duduk melakukan tasyahuud awal. Karena itu berarti meninggalkan yang wajib demi melakukan yang Sunnah. (Imam As-Suyuthi, Al-Asbah wa Al-Nadzaha'ir, {Dar El Kotob Ilmiyah: 1983}, halaman 148).


Dari penjelasan di atas, secara jelas bahwa tidak diperbolehkan seseorang meninggalkan shalat magrib dengan alasan buka bersama. Seseorang harus menyempatkan diri untuk mendirikan shalat magrib ketika berbuka puasa. 


Meninggalkan/menjamak shalat diperbolehkan hanya dalam kondisi tertentu, seperti melakukan perjalanan jauh, atau terjebak dalam kemacetan panjang.  Sementara berbuka puasa bersama tidak termasuk dari kondisi darurat. 


Akan lebih baik jika seseorang berbuka puasa terlebih dahulu dan menyegerakan ibadah shalat magrib. Hal ini dilakukan agar seseorang tidak meninggalkan kewajiban melaksanakan shalat magrib.


Imam Ibn Hajar Al-Asqalany menyampaikan pesan para ulama tentang pentingnya mendahulukan ibadah wajib dari pada sunnah, agar tidak tertipu.


مَنْ شَغَلَهُ الْفَرْضُ عَنِ النَّفْلِ فَهُوَ مَعْذُورٌ، وَمَنْ شَغَلَهُ النَّفْلُ عَنِ الْفَرْضِ فَهُوَ مَغْرُورٌ


Barang siapa yang menyibukkan diri dengan  ibadah wajib dari pada ibadah Sunnah, maka berhak diberi udzur, dan barang siapa yang menyibukkan diri dengan ibadah Sunnah dari pada ibadah wajib, maka ia telah tertipu. (Ibn Hajar Al-Asqalany, Fathul Bari, {Maktabah Salafiyah, Mesir, 1390-1380 H}, juz XI, halaman 343).