• logo nu online
Home Warta Nasional Jakarta Raya Dari Betawi Keislaman Sejarah Opini Literatur Obituari
Jumat, 26 April 2024

Opini

Masjid Dhirar dan Politisasi Agama

Masjid Dhirar dan Politisasi Agama
Ilustrasi: Masjid Dhirar (Foto: NU Online Jakarta/Khoirul Rizqy)
Ilustrasi: Masjid Dhirar (Foto: NU Online Jakarta/Khoirul Rizqy)

Dalam Al-Qur'an Surat At-Taubah ayat 107-108 dijelaskan tentang Masjid Dhirar. Awalnya masjid hanya ada satu, yaitu Masjid Quba' yang dibangun oleh Nabi dan para sahabat di Madinah. 


Suatu hari dibangun masjid lagi dengan alasan untuk orang-orang papa dan lemah.


Pembangunan masjid yang nantinya akan disebut Masjid Dhirar ini disponsori oleh seorang pendeta Yahudi dan dibantu oleh orang-orang Munafik.


Nabi Muhammad sempat singgah ke masjid tersebut. Tetapi kemudian Allah memberitahukan bahwa Nabi tidak boleh datang lagi ke masjid itu. Karena, masjid itu dibangun bukan atas dasar ketakwaan, tapi atas dasar intrik untuk memecah-belah masyarakat.


Oleh Allah, masjid itu dia sebut Masjid Dhirar. Ingat! bukan Nabi yang menyebutnya sebagai Masjid Dhirar, tapi Allah.


Ini penting ditegaskan agar kita tidak mudah men-cap masjid apapun dengan cap Masjid Dhirar.


Menurut Imam Al-Qurthubi, masjid apapun yang dibangun atau dihidupkan dengan kemudaratan seperti itu, maka tidak boleh shalat di dalamnya.


Masjid yang di dalamnya ada provokasi, caci maki dan kampanye politik hitam, maka tidak memiliki kehormatan seperti masjid yang dibangun atas dasar ketakwaan. Jika ditanya, apakah di zaman sekarang ada Masjid Dhirar?


Saya akan jawab tegas, tidak ada! 


Hanya yang mirip seperti Masjid Dhirar mungkin ada. Silakan cek saja!.


Mengacu pada ayat 108 surat At-Taubah, lawan dari Masjid Dhirar adalah Masjid Ketakwaan, yaitu masjid yang dibangun atas dasar ketakwaan. Ciri-ciri Masjid Ketakwaan adalah diramaikan oleh orang-orang yang ingin membersihkan diri. Jadi masjid harus menjadi tempat membersihkan diri.


Ini tentu sangat berbeda dengan Masjid Dhirar yang justru dibangun untuk memperkeruh jiwa dan pikiran masyarakat. 


Di negeri ini, adakah partai politik yang kalau kadernya menguasai masjid, maka masjid itu jadi markas politik?.


Semoga kalian bisa membedakannya.

 


KH Taufik Damas, Wakil Katib Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Provinsi DKI Jakarta.


Opini Terbaru