Mengenal Habib Salim bin Thaha Al-Haddad, Konsul NU di Batavia
Ahad, 25 Agustus 2024 | 00:00 WIB
Rakhmad Zailani Kiki
Kolomnis
Salah seorang habib Betawi yang menjabat sebagai konsul di Majelis Konsul NU Batavia bersama Guru Manshur Jembatan Lima dan M Sastrawinata adalah Habib Salim Al-Haddad atau Habib Salim bin Thaha A-Haddad. Namanya tertera dalam dokumen peserta Muktamar NU Ke-13 di Menes, Banten pada tahun 1938 sebagai utusan dari Batavia dengan jabatan konsul.
Di masa itu, jabatan konsul (tertulis: consul) NU dipilih dan ditetapkan oleh Hoofdbestuur Nahdlatoel Oelama (HBNO) atau sekarang disebut dengan PBNU dan merupakan kepanjangan tangan dari HBNO. Konsul membawahi beberapa cabang dan bertangung jawab langsung kepada HBNO. Namun, Ssjak tahun 1952, sebutan dan jabatan konsul ditiadakan.
Merujuk pada tanggal wafatnya seperti yang tertulis dalam batu nisan dimakamnya, tercatat bahwa Habib Salim bin Thaha Al-Haddad yang populer dengan nama panggilan Habib Salim Al-Haddad Pasar Minggu wafat pada tanggal 20 Oktober 1978. Berdasarkan keterangan yang didapat dari kerabat dekatnya, ia wafat dalam usia 80 tahun. Maka, diambil dari tahun wafatnya di atas, diperkirakan ia lahir sekitar tahun 1898.
Baca Juga
Moderat atau Islamofobia?
Habib Salim bin Thaha Al-Haddad lahir di Kalibata yang merupakan bagian dari wilayah Pasar Minggu, Jakarta Selatan, dari pasangan Habib Thaha bin Ja'far AI-Haddad dan Ibu Tihamah, seorang wanita Betawi yang dikenal shalihah. Orangtuanya, Habib Thaha bin Ja'far, juga kelahiran Kalibata. Keluarganya yang pertama kali masuk ke Indonesia dan mendiami Kampung Kalibata adalah kakeknya, yaitu Habib Ja'far Al-Haddad. Sayang sekali, tidak ditemukan data yang menyebutkan tanggal kelahiran Habib Salim, kecuali sekedar perkiraan.
Sejak kecil, telah tampak perbedaan dalam sikap hidup Habib Salim dibandingkan kawan-kawan sepermainannya. la sudah senang mengenakan pakaian sunnah Nabi SAW, berupa baju gamis. la juga dikenal sebagai anak yang sangat berbakti kepada orangtua.
Dalam usia yang masih belia, ia dibawa ke Hadhramaut oleh ayahandanya. Di sana, ia belajar dengan banyak ulama. Di antara gurunya adalah Habib Abdullah bin Umar Asy-Syathiri. Pada masa mudanya, beberapa kali ia pulang pergi Jakarta-Hadhramaut. Di negeri leluhumya itu, banyak sanak familinya yang tinggal di Desa Al-Hawi.
Di Jakarta, sepulangnya dari Hadhramaut, ia tetap berguru kepada para habib di Jakarta. Di antara guru-gurunya di Jakarta adalah Habib Ali bin Abdurrahman AI-Habsyi, Kwitang, dan Habib Ali bin Husain AI-Aththas, Cikini. la selalu melazimi majelis-majelis kedua gurunya itu, hingga akhir hayat kedua gurunya tersebut.
Selama ia tinggal di Jakarta, majelis ta'lim hari Ahad pagi di Kwitang, yang diasuh oleh Habib Ali bin Abdurrahman AI-Habsyi, adalah majelis yang tidak pernah dilewatkannya. Sekalipun dirinya seorang ulama yang sudah dikenal banyak orang, ia selalu ingin menempatkan dirinya sebagai murid bagi para habib besar saat itu, terutama kepada Habib Ali bin Abdurrahman AI-Habsyi.
Begitu pun, ia tak pernah menyia-nyiakan setiap kesempatan yang didapatinya saat bertemu para habib sepuh lainnya. Sehingga, mereka pun mengenal dekat dirinya. Di antara mereka adalah Habib Shalih bin Muhsin Al-Hamid, yang hampir setiap kali ke Jakarta selalu menyempatkan diri mendatangi kediaman Habib Salim bin Thaha Al-Haddad. Habib Abdullah bin Muhsin Al-Aththas Bogor dan Habib Alwi bin Muhammad Al-Haddad, bila datang ke Jakarta, juga sangat senang bila ditemani oleh Habib Salim.
Baca Juga
Mengenal Hubungan Islam dan Seni
Penunjukan Habib Salim bin Thaha Al-Haddad sebagai Konsul NU di Batavia oleh HBNO merupakan sesuatu penghormatan karena jabatan konsul memiliki posisi penting sebagai pemimpin NU di Ibu Kota Pemerintah Kolonial Hindia Belanda dan menjadi kepanjang tanganan HBNO dalam mengurusi kaum Nahdliyyin di Batavia.
Selain itu, Habib Salim bin Thaha Al-Haddad menjadi satu-satunya konsul NU di Batavia yang berasal dari kalangan habaib yang ketika itu habaib sendiri sudah memiliki ormas Rabithah Al Alawiyah yang didirikan pada tahun 1928 dan memiliki badan hukum yang sama seperti NU sehingga kesediaannya menjadi konsul NU di Batavia merupakan bentuk uswah kepada gurunya, Habib Ali Kwitang, yang telah mendeklarasikan diri sebagai Nahdliyyin pada tahun 1933 di tengah berlangsungnya Muktamar NU Ke-8 di Petamburan, Batavia dan juga sebagai bentuk cinta, kesetiaan dan khidmat Habib Salim bin Thaha Al-Haddad kepada NU.
(Sumber tulisan: dari pelbagai sumber)
Ustadz Rakhmad Zailani Kiki, Penulis Buku NU di Jakarta: Sejarah dan Dinamika
Terpopuler
1
Jelang Dzulhijjah 1446 H, LFNU Jakarta akan Gelar Rukyatul Hilal dan Pengamatan Arah Kiblat
2
Hasil Demo Ojol 2025: Komisi V DPR akan Gelar Rapat Bersama Kemenhub dan Aplikator
3
Pesantren Al-Tsaqafah Ciganjur Terima Santri Baru Tahun Ajaran 2025/2026
4
Ini 5 Tuntutan Ojol dalam Demo Besar-besaran 20 Mei 2025
5
LDNU Jakarta Gelar Program Pesantren Tabarukan
6
KH Nahrawi Abdussalam, Santri Betawi yang Disegani Ulama Timur Tengah (bagian 4)
Terkini
Lihat Semua